REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi VI DPR RI, Teguh Juwarno membantah ikut terlibat dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan KTP-el. Hal ini menyusul ikut disebutnya Teguh dalam dakwaan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan KTP-el yang dibacakan pada Kamis (9/3) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Sebagaimana tertera dalam dakwaan, Teguh yang saat itu menjadi anggota Komisi II DPR diduga menerima dana sekitar USD 167 ribu atau sekitar Rp2 miliar.
"Saya tidak pernah tahu, tidak pernah ikut, tidak diajak juga. Saat diperiksa KPK sudah saya sampaikan semuanya itu, saya tak pernah dikonfrontir, baik besaran dan menerima dana apa pun," ujar Teguh Juwarno saat dihubungi pada Kamis (9/3).
Ia juga mengaku tidak pernah mengenal Andi Agustinus alias Andi Narogong yang diduga sebagai pengusaha yang bertugas memberi uang kepada sejumlah pihak. Dikatakan Teguh, dalam dakwaan disebutkan bahwa dirinya turut menerima pembagian uang sekitar September-Oktober 2010 di Ruangan Mustoko Weni. Namun, ia menjelaskan saat itu Mustoko telah tutup usia pada Juni 2010.
"Jadi ruangan yang mana," kata Teguh.
Politikus PAN itu juga menambahkan, pada saat itu sesuai dengan penugasan dari fraksi, sejak 21 September 2010 juga tidak lagi berada di Komisi II DPR RI menjadi Sekretaris Fraksi dan di Komisi I DPR RI. Ia mengatakan, kalau mengikuti siklus pembahasan anggaran pada 201 proses ketok palu dilakukan pada Oktober atau November 2010.
"Jadi praktis aya tidak tahu menahu, dan dari notulensi rapat-rapat komisi II, itu ada semua di situs DPR juga, terkait rapat kerja KTP-el maupun pembahasan anggaran 5 dan 21 Mei 2010, saya tidak hadir, karena saya waktu di Komisi II, saya mendapat tanggung jawab untuk membidangi pertanahan dan Badan Arsip Nasional. Bukan Kemendagri," katanya.
Karenanya, ia menilai penyebutan namanya dalam dakwaan sangat merugikan dirinya dan mencemarkan nama baiknya. Ia pun meminta semua pihak menghormati proses persidangan, dan tentunya jika tidak terlibat harus dibersihkan pihak-pihak tersebut. "Tentu dirugikan, menjadi stigma buruk. Kalau proses berjalan, dan memang pihak2 tak terlibat, bisa dibersihkan namanya” ujarnya.