REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selain sejumlah anggota DPR dan pejabat Kementerian Dalam negeri, auditor BPK hingga Deputi Sekretariat Kabinet juga disebut menerima aliran dana KTP (KTP) Elektronik 2011-2012.
"Pada November-Desember 2012 juga diberikan uang kepada staf Kemendagri, pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Sekretariat Komisi II DPR dan staf Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)," kata jaksa penuntut umum KPK Eva Yustisiana di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.
Berikut rincian aliran dana yaitu:
- Auditor BPK Wulung yang memeriksa pengelolaan keuangan Ditjen Dukcapil sejumlah Rp 80 juta untuk medapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dalam pengelolaan keuangan Ditjen Dukcapil 2010.
- Staf Sekretariat Komisi II sejumlah Rp25 juta
- Kordinator wilayah III sosialisasi dan supervisi KTP-E Ani Miryanti sejumlah Rp50 juta dan untuk 5 orang korwil sejumlah Rp10 juta
- Heru Basuki Kasubdit pelayanan informasi direktorat Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) sebesar Rp40 juta
- Staf Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Asniwarti Rp60 juta
- Staf Biro Perencanaan Kemendagri sejumlah 40 juta
- Drajat Wisnu Setyawan selaku ketua panitia pengadan sejumlah Rp25 juta
- Wisnu Wibowo selaku Kepala Bagian Perencanaan Kemendagri sejumlah Rp30 juta
- Husni Fahmi (Staf Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) sejumlah Rp30 juta
- Ruddy Indrato Raden sebagai Ketua panitia pemeriksa dan penerima pengadaan sejumlah Rp30 juta
- Junaidi selaku bendahara pembantu proyek sebesar Rp30 juta
- Didik Supriyanto sebagai staf Setdijen Dukcapil sebesar Rp10 juta
- Bistok Simbolon yang merupakan Deputi bidang Politik dan Keamanan Sekretariat Kabinet sebesar Rp30 juta untuk pengambilan Surat Keputusan Kenaikan pangkat Irman.
Atas perbuatannya, Irman dan Sugiharto didakwa berdasarkan pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
Baca juga, KPK: Dakwaan Kasus KTP-el akan Ungkap Peran Orang Besar.