REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perbankan mengaku tidak keberatan dengan adanya keterbukaan informasi nasabah untuk pemeriksaan pajak. Sebab hal ini berlaku merata pada semua bank, bukan hanya pada bank tertentu.
"Kalau dana kita jadi turun, ya turun bareng. Kalau jadi naik, ya naiknya juga bareng," kata Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja, di Jakarta.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menandatangani nota kesepahaman di Bidang Pengaturan, Pengawasan, dan Penegakan Hukum, serta Perlindungan Konsumen di Sektor Jasa Keuangan dan Perpajakan. Langkah ini memberi peluang bagi petugas pajak untuk dapat cepat membuka data perbankan yang dimiliki wajib pajak (WP) bila terindikasi ada pelanggaran.
Jahja meyakini perubahan soal keterbukaan data nasabah ini sudah dipikirkan dengan sebaik mungkin oleh pemerintah. Hal itu termasuk, risiko-risiko yang mungkin timbul akibat keterbukaan data ini. "Ya ada untungnya, ada nggak untungnya sih kalau saya bilang. Cuma ini pasti baik buat semua, karena semangatnya lebih ke reformasi perpajakan," tuturnya.
Beberapa poin utama yang disepakati Kemenkeu dan OJK dalam nota kesepahaman di antaranya harmonisasi peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan dan perpajakan. Hal itu termasuk status perpajakan OJK, tukar menukar data dan informasi dalam melaksanakan tugas dan fungsi pengawasan DJP dan OJK, serta penyediaan akses bagi OJK dan lembaga jasa keuangan di bawah pengawasan OJK untuk konfirmasi Status Kepatuhan Wajib Pajak (KSKWP).
Baca juga: Data Bank Dibuka untuk Pajak Diprediksi tanpa Komunikasi ke Nasabah