REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Fahri Hamzah menyatakan kasus korupsi proyek Kartu Tanpa Penduduk elektronik (KTP-el) penuh dengan kejanggalan. Dia juga khawatir kasus yang disebut-sebut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mengguncang perpolitikan Indonesia itu akan menguap begitu saja.
Fahri memberikan contoh kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Bank Century beberapa tahun lalu yang kini tidak ada kejelasannya. Maka dari itu dia mengajukan hak angket untuk menyelidiki kasus KTP-el secara menyeluruh.
Menurut Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dengan cara itu maka rakyat Indonesia akan bisa menilai siapa-siapa yang masih layak dipercaya atau tidak. Karena selama ini anggota DPR RI selalu menjadi sasaran kemarahan rakyat. Bahkan kata Fahri kasus ini merupakan serangan kepada DPR RI, dan nama-nama yang disebut dalam dakwaan sudah tercemar, maka semuanya harus dibongkar seluruhnya.
"Ini harus dibongkar secara menyeluruh. Ayo bongkar secara menyeluruh," tegasnya saat menjadi narasumber pada diskusi Dialektika dengan tema "Perlukah Pansus e-KTP?" di Kompleks Parlemen, Jakarta Kamis (16/3).
Fahri menilai langkah KPK yang belum membuka nama-nama terduga penerima aliran dana korupsi tersebut kepada publik, sudah menimbulkan kecurigaan tersendiri terhadap proses penegakkan hukum itu sendiri. Dengan situasi seperti ini, Fahri menyebut tidak fair ini. Dia berasalan, tidak menutup kemungkinan yang menerima uangnya sudah hilang diam-diam.
Disamping itu, Fahri juga menyarakankan agar kasus korupsi proyek KTP-el tidak hanya melalui jalur hukum saja. Karena apabila hanya mekanisme peradilan, maka semuanya akan tergantung pada vonis majelis hakim. Jelas Fahri, kasus KTP-el ini dapat dilihat dari dua persfektif, mikro dan lebih luas lagi. Fahri memandang kasus ini harus dilihat lebih luas lagi.
"Rakyat berhak tahu apakah benar ada korupsi yang menyebabkan kerugian negara atau tidak ada," ujarnya.