REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penetapan tersangka terhadap Andi Agustinus alias Andi Narogong dalam kasus proyek pengadaan KTP-Elektronik pada Kamis (23/3), kemarin, karena beberapa faktor. Di antaranya, untuk mencegah Andi menghilangkan barang bukti dan melarikan diri.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Basariah Panjaitan mengatakan, ada beberapa hal yang membuat KPK hingga akhirnya menetapkan Andi sebagai tersangka selain keterlibatan aktifnya dalam proyek KTP-El. "Karena memang harus memeriksa AA (Andi Agustinus) secara intensif. Dari hasil persidangan kemarin, dia banyak mengetahui hal ini (korupsi KTP-El), ada pula pertimbangan agar AA tidak menghilangkan barang bukti dan melarikan diri," kata dia di kantor KPK, Jakarta, Jumat (24/3).
Basariah juga menampik anggapan bahwa penetapan tersangka terhadap Andi itu untuk menghindari tekanan terhadap KPK dari pihak lain yang terlibat. "Kayaknya enggak lah, masak KPK ditekan-tekan," kata dia.
KPK resmi menetapkan Andi sebagai tersangka baru dalam kasus korupsi proyek pengadaan KTP-El tahun anggaran 2011-2012, pada Kamis (23/3), kemarin. KPK telah memiliki bukti permulaan yang cukup hingga akhirnya menetapkan Andi sebagai tersangka.
Andi diduga bersama-sama dengan terdakwa sebelumnya melawan hukum hingga menimbulkan kerugian negara sampai Rp 2,3 triliun dari total proyek Rp 5,9 triliun. Dia mempunyai peran aktif dalam proses penganggaran dan proses pengadaan barang dan jasa proyek KTP-El.
Andi selaku pihak swasta mengadakan pertemuan dengan dua terdakwa sebelumnya, Irman dan Sugharto, sejumlah anggota DPR RI, dan juga pejabat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terkait pembahasan proses penganggaran proyek KTP-El.
Andi juga banyak melakukan hal demi menggolkan proyek pengadaan KTP-El. Di antaranya, berkaitan dengan aliran dana yang jatuh kepada sejumlah pihak di Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, anggota komisi II DPR, dan pejabat Kemendagri, serta terkait aliran dana kepada sejumlah panitia pengadaan. Tak hanya itu, Andi bahkan sampai merancang dan mengkoordinir sebuah tim di daerah Fatmawati, Jaakrta Selata, (tim Fatmawati), untuk kepentingan pemenangan tender pengadaan KTP-El.
Karena itu, Andi dijerat dengan pasal 2 ayat (1) Undang-undang nomor 31 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 2001 juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto pasal 64 KUHP.