Selasa 04 Apr 2017 03:42 WIB

Polda Tangani Laporan Dugaan Pengeroyokan Anggota DPD

Wakil Ketua DPD Farouk Muhammad (tengah) dan GKR Hemas (keempat kiri) dikelilingi oleh anggota DPD sebelum dimulainya Sidang Paripurna DPD, Senin (3/4). Rapat Paripurna tersebut diwarnai keributan yang dipicu keputusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan Tata Tertib DPD.
Foto: Antara
Wakil Ketua DPD Farouk Muhammad (tengah) dan GKR Hemas (keempat kiri) dikelilingi oleh anggota DPD sebelum dimulainya Sidang Paripurna DPD, Senin (3/4). Rapat Paripurna tersebut diwarnai keributan yang dipicu keputusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan Tata Tertib DPD.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polda Metro Jaya menangani laporan dugaan pengeroyokan terhadap anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD)asal Yogyakarta Afnan Hadikusumo.

"Ada laporan terkait pengeroyokan," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Argo Yuwono di Jakarta Senin (3/4) malam.

Afnan membuat Laporan Polisi Nomor : LP/1635/IV/2017/PMJ/Dit.Reskrimum tertanggal 3 April 2017 dengan terlapor Benny Ramdhani dan Delis Julkarson Hehi. Kedua terlapor Benny Ramdhani dan Delis Julkarson Hehi tercatat sebagai anggota DPD yang dituduh melakukan pengeroyokan.

Kombes Argo mengatakan penyidik langsung memeriksa saksi pelapor Afnan terkait laporan penganiayaan tersebut. Insiden tersebut berawal saat anggota DPD RI menggelar Rapat Paripurna muncul perbedaan pendapat hingga terjadi kericuhan.

Sementara itu, pengamat Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menilai putusan terkait gugatan uji materi Tata Tertib DPD Nomor 1 Tahun 2016 dan Tata Tertib DPD Nomor 1 Tahun 2017, telah mengembalikan masa jabatan Pimpinan DPD menjadi lima tahun. "Putusan MA ini secara legal sudah kuat, bersifat final dan mengingat mengembalikan masa jabatan Ketua DPD menjadi lima tahun merujuk pada Peraturan DPD RI No 1 Tahun 2014 mengenai Tata Tertib," kata Bivitri dalam keterangan tertulisnya.

Dia menilai Sidang Paripurna DPD dengan agenda pemilihan Ketua yang baru pada Senin (3/4) dinilai melanggar hukum bila dilaksanakan. Hal itu menurut dia karena Sidang Paripurna DPD ini mengacu pada Tata Tertib Nomor 1 Tahun 2017 tentang Tata Tertib DPD soal masa jabatan pimpinan DPD, yaitu 2,5 tahun.

"Apabila DPD mau mengadakan sidang paripurna dengan agenda pemilihan ketua DPD, maka tidak bisa dengan menggunakan sistem kocok ulang. Pemilihan Ketua DPD yang baru hanya bersifat meneruskan masa jabatan Irman Gusman sebagai Ketua DPD yang kini sudah dinon-aktifkan karena terlibat korupsi," ujarnya.

Bivitri mengatakan, bila DPD tetap mengadakan sidang paripurna dengan mengganti sistem maka kondisi ini akan semakin memperburuk citra dan kewibawaan DPD yang dianggap minim prestasi.

Pakar Komunikasi Politik Tjipta Lesmana mengatakan, dengan dibatalnya Tata Tertib oleh MA, maka masa kepemimpinan DPD tetap lima tahun. Tjipta juga yakin kalau pemilihan ini tetap dipaksakan, MA tidak akan mau melantik ketua DPD yang baru.

"Saya yakin kalau terjadi pemilihan dengan ketentuan 2,5 tahun, MA tidak akan datang untuk melantik. Karena kalau melantik sama saja MA menelan putusannya sendiri, karena dia sudah membatalkan," ujarnya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement