REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Rofi Munawar, heran atas kebijakan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sementara yang dikeluarkan Pemerintah. IUPK sementara itu untuk memberikan dispensasi kepada PT Freeport Indonesia (PT FI) agar tetap dapat melakukan ekspor konsentrat selama 8 bulan hingga 10 Oktober 2017.
Padahal, kata dia, kebijakan ini berpotensi menimbulkan diskriminasi industrial dan catat hukum dalam pelaksanaannya. Dalam UU Minerba tidak di kenal istilah IUPK Sementara, karena hanya mengenal IUPK, KK dan IUP. ''Atas dasar regulasi apa pemerintah memberikan izin kepada PT FI?'' ucap Rofi Munawar dalam siaran persnya, Kamis (6/4).
Rofi menambahkan, dengan keluarnya kebijakan IUPK sementara, tidak ada jaminan pasti dari PT FI mengikuti seluruh klausul yang diminta dalam negosiasi sebelumnya. Kebijakan ini juga dipastikan akan menimbulkan adanya perbedaan perlakuan atau diskriminasi industrial dari Perusahaan yang sejenis seperti PT FI.
Ia menilai Pemerintah tidak konsisten dan tegas dalam mendesak PT FI masuk ke negosiasi yang sesuai dengan ketentuan UU Minerba. ''Setidaknya kebijakan yang baru dikeluarkan ini menunjukan bahwa Pemerintah lemah dan tidak serius menegakan aturan yang ada,'' tegas Rofi.
Rofi menyatakan, IUPK sementara akan memberikan dampak ketidakpastian hukum dalam industri Minerba di Indonesia. Selain itu, selama ini Perusahaan yang berstatus KK menurut UU Minerba, jika ingin tetap ekspor konsentrat maka harus mengubah dirinya menjadi IUPK.
Namun jika tetap dengan status yang sama, maka harus taat pada ketentuan renegosiasi kontrak diantaranya mampu membangun smelter atau pabrik pemurnian mineral di tahun 2017. ''Dengan keluarnya IUPK sementara, belum ada solusi permanen yang didapatkan dari proses negosisasi antara PT FI dengan Pemerintah.
''Ini lebih terlihat hanya sebagai upaya ‘prematur’ untuk sekedar meredam gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan kerugian operasional PT FI,'' jelas dia.