Kamis 06 Apr 2017 18:00 WIB

Pustakawan Merangkap Sebagai Pengajar

Rep: Yusuf Ashiddiq/ Red: Agung Sasongko
Ilmuwan Muslim.
Foto: Metaexistence.org
Ilmuwan Muslim.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam praktiknya, ada kalanya seorang pustakawan merangkap sebagai pengajar. Hal ini dilakukan oleh pustakawan bernama al-Qayrawan. Ia tak hanya menjalankan tugasnya mengelola perpustakaan di Madrasah Nizamiyah, tapi juga diminta mengajar tata bahasa dan leksikografi. 

Dua pustakawan sebelumnya di tempat yang sama, yaitu al-Ukhbari dan al-Wasithi, juga mendapat tawaran serupa. Namun, al-Ukhbari menolak tawaran itu. Pada masanya, ia dikenal sebagai seorang filolog terhebat. Ia memiliki kemampuan lainnya di bidang Alquran, tata bahasa, leksikografi, musik, hukum waris, dan fikih mazhab Hambali. 

Meskipun digambarkan sebagai sosok yang menderita kebutaan, al-Ukhbari mampu menulis uraian mengenai syair karya Mutanabbi, kumpulan pidato ibn Nubata, dan Maqamat karya al-Hariri. Sementara itu, di Kairo terdapat Madrasah Fadhiliyah yang dibangun untuk pengikut Imam Syafi'i dan Imam Maliki. 

Madrasah itu dibangun oleh Khalifah Shalah al-Din al-Qadhi al-Fadhil pada abad ke-12. Perpustakaan ini terletak di Qa'ah al Iqra atau ruang kuliah yang mengajarkan adab. Pustakawannya pun seorang profesor adab. Philip K Hitti dalam History of the Arabs mengungkapkan sosok al-Nadim, yang wafat pada  995 Masehi. 

Al-Nadim pernah menjalani karier sebagai pustakawan. Dia juga seorang penjual buku sebelum kemudian menulis sebuah karya besar berupa katalog berjudul al Fihrist. Karya ini diakui para ilmuwan sebagai karya yang komprehensif. Buku ini menguraikan sebuah pusat pemeliharaan naskah di Irak. 

Tempat tersebut menyimpan sejumlah naskah yang ditulis pada lembaran kain perca, papirus Mesir, kertas Cina, dan gulungan kulit. Hitti menjelaskan, pustakawan di masa itu mengemban beragam tugas. Mereka harus mampu menyusun ribuan koleksi buku di atas lemari dan mendaftarkannya dalam katalog. 

Selain itu, mereka dituntut mampu pula untuk membantu pengunjung mendapatkan buku dengan cepat. Mereka juga berjaga bergiliran untuk memastikan buku tidak ada yang rusak atau hilang. ‘’Di perpustakaan Basrah, misalnya, pekerjanya adalah para sarjana dan mereka mendapat upah dari pendiri perpustakaan,’’ ungkap Hitti. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement