REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat hukum Chudry Sitompul menilai sidang pembacaan tuntutan kasus dugaan penistaan agama bisa memberikan pengaruh negatif bagi elektabilitas Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Selain itu, jika jaksa penuntut umum (JPU) menuntut Ahok dengan hukuman 6 tahun penjara karena melanggar pasal 156 A KUHP.
"Jika dalam persidangan JPU menuntut Ahok terbukti melanggar Pasal 156 A KUHP, maka Mendagri harus memberhentikan Ahok dari Gubernur DKI karena ancaman Hukuman maksimal Pasal 156 KUHP adalah 6 tahun. Tentunya tuntutan JPU akan memberikan pengaruh negatif bagi Ahok," jelas Chudry Jumat (7/4) sore.
Chudry menyatakan sidang yang akan dilakukan secara terbuka dan diselenggarakan secara langsung adalah keputusan yang tepat. Menurut dia, persidangan kasus penistaan agama yang melibatkan Gubernur non aktif, Basuki Tjahya Purnama (BTP) adalah persidangan yang mendapatkan perhatian masyarakat.
"Dengan kemajuan teknologi, sudah tepat kalau sidang pembacaan tuntutan Jaksa Penuntut Umum dan pledoi/ pembelaan Terdakwa Ahok dapat dilakuan siaran langsung. Karena sidang penodaan agama oleh Ahok adalah persidangan yg mendapat perhatian masyarakat," ujar Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini.
Namun, menurut Chudry jika pekan depan Jaksa Penuntut Umum menuntut BTP terbukti melanggar pasal 166 A KUHP, maka Mendagri harus memberhentikan BTP dari jabatannya sebagai gubernur DKI Jakarta. Tuntutan yang Chudry duga ini, menurut dia dapat memberikan pengaruh negatif bagi kredibilitas BTP.
"Kalau Selasa minggu depan JPU menuntut Ahok terbukti melanggar Pasal 156 A KUHP, maka Mendagri harus memberhentikan Ahok dari Gubernur DKI karena ancaman Hukuman maksimal Pasal 156 KUHP adalah 6 tahun. Tentunya tuntutan JPU akan memberikan pengaruh negatif bagi Ahok," jelasnya.
Kamis (6/4) lalu, beredar foto surat penundaan sidang tuntutan perkara Basuki Tjahaja Purnama terkait kasus penistaan agama yang diajukan Polda Metro Jaya. Isi surat itu menyarankan agar pembacaan tuntutan ditunda hingga Pilkada DKI putaran kedua.
"Disarankan kepada ketua agar sidang dengan agenda tuntutan perkara dugaan penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok untuk ditunda setelah tahap Pemungutan suara Pemilukada DKI Jakarta putaran kedua," bunyi surat itu.
Surat yang ditujukan oleh Ketua PN Jakarta Utara itu dibuat pada Selasa (4/4). Di surat tersebut juga dijelaskan, alasan pengajuan penundaan adalah demi menjaga keamanan dan ketertiban.
"Mengingat semakin rawannya situasi keamanan di DKI Jakarta, maka demi kepentingan keamanan dan ketertiban masyarakat, serta akan dilaksanakan pengamanan tahap pemungutan suara pemilukada DKI Jakarta putaran II, dimana perkuatan pasukan Polri dan TNI akan dikerahkan semua," bunyi surat itu.
Selain ditujukan ke Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara, surat itu juga ditembuskan ke Ketua Mahkamah Agung, Kapolri, Irwasum Kapolri, Ketua Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, dan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Di kanan bawah surat, juga telah ditandatangani Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Mochammad Iriawan.