REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Ferry Kurnia Rizkiansyah, mengatakan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) pada Jumat (7/4), harus dijadikan pelajaran bagi penyelenggara Pemilu. Pada Jumat (7/4), DKPP memutuskan bahwa ketua KPU DKI Jakarta, Sumarno, terbukti melakukan pelanggaran kode etik.
"Sebaiknya putusan itu menjadi pelajaran bagi penyelenggara, baik KPU dan Bawaslu. Khususnya dalam menjaga integritas dan kemandirian penyelenggara, baik di tingkat provinsi, kabupaten dan kota," ujar Ferry di Bandung, Sabtu (8/4).
Selain bagi penyelenggara, integritas pun penting diingat oleh panitia ad hoc seperti panitia pemungutan suara (pps). Ferry mengharapkan ke depannya persoalan integritas dan independensi penyelenggara pemilu hingga tingkat bawah dapat diminimalisasi.
"Jika terus menjadi problem dikhawatirkan berdampak kepada kepercayaan masyarakat. Itu yang harus diminimalisasi," tambahnya.
Pada Jumat (7/4), DKPP memutuskan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI, Sumarno terbukti melanggar kode etik.
Sumarno dianggap melanggar kode etik atas aduan Yuliana Zahara Mega karena menelantarkan paslon nomor dua Ahok-Djarot, saat rapat pleno penetapan pasangan cagub-cawagub Pilkada DKI putaran kedua yang diselenggarakan KPU DKI di Hotel Borobudur, Sabtu (4/3). DKPP menganggap Sumarno abai terhadap salah satu peserta Pilkada DKI.
Akibatnya, Sumarno diberikan sanksi berupa teguran peringatan lantaran yang bersangkutan tak mampu mengelola forum dengan baik sehingga salah satu pasangan calon merasa dirugikan.
Pada rapat pleno tersebut, pasangan gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok-Djarot Saiful Hidayat merasa ditelantarkan. Pasangan nomor urut tiga itu akhirnya walk out dari lokasi.