REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pertengahan abad ke-20 adalah masa-masa awal masuknya Islam ke Campa. Setidaknya begitulah yang dituliskan sebuah teks berbahasa Cina. Dalam tulisan itu disebutkan bahwa seorang Muslim bernama Pu Ho San atau Abu al-Hassan, yang berperan sebagai duta besar Raja Campa untuk Kaisar Cina. Dia pergi untuk urusan diplomasi itu pada tahun 951 dan 960 M.
Namun, sebenarnya, kontak pertama antara Kerajaan Campa dan dunia Islam justru lebih lama dari catatan berbahasa Cina itu. Dalam sebuah catatan sejarah disebutkan bahwa setelah pasukan Islam menguasai wilayah Bizantium dan Persia pada pertengahan abad VII, orang-orang Arab kemudian masuk dalam jaringan perdagangan di Asia.
Pada 727 M, kapal-kapal pedagang Muslim yang berukuran besar banyak berlabuh di Kota Kwangchou atau Kanton. Saat kota itu dibakar oleh orang-orang Arab dan Persia pada 748, pelabuhan perdagangan itu dipindahkan ke bagian utara Vietnam.
Pedagang Muslim dari Cina berkembang sangat pesat pada abad IX. Pelayaran dari Cina ke Persia sudah sangat umum dilakukan. Hal inilah yang kemudian mendorong perkembangan koloni-koloni Muslim di daerah Asia Tenggara. Semakin eratnya negara-negara di perlintasan perdagangan itu, maka semakin kuat pula perkembangan Islam. Kerajaan Campa adalah salah satu negara yang kemudian terpengaruh terhadap perkembangan Islam.
Beberapa peninggalan sejarah yang membuktikan adanya pengaruh Islam di Kerajaan Campa. Salah satunya adalah batu nisan Abu Kamil yang hidup dari 29 Safar 431 Hijriah atau sekitar 20-21 November 1039 Masehi. Walaupun sudah memberikan pengaruh di Kerajaan Campa, namun pengaruh signifikan baru terlihat ketika Campa dikalahkan oleh masyarakat Vietnam pada 1471.
Inilah masa-masa Islamisasi yang dilakukan oleh Kerajaan Malay (dahulu kerajaan ini membentang dari Malaysia ke Filipina). Dari tahun ke tahun, semakin banyak orang-orang Cham yang menjadi Muslim. Akan tetapi, dalam perkembangannya, banyak dari orang-orang Cham yang sudah memeluk agama Islam ini menyeberang dan menetap di Kamboja. Sebagian masih memilih untuk tinggal di bagian selatan Vietnam.
Masyarakat Cham benar-benar mengalami kemunduran pada abad XX. Di Vietnam, seperti juga dengan sebagian besar warga Vietnam, mereka berada dalam keadaan yang kurang menguntungkan. Mereka harus berusaha selama 50 tahun untuk membebaskan diri dari kolonialisasi Prancis dan kedatangan Amerika.
Saat itu, perang sipil berkecamuk. Keberadaan Amerika itu justru memecah Vietnam menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah Vietnam Utara yang merdeka, yang kemudian berkembang menjadi negara komunis. Bagian kedua adalah Vietnam Selatan yang cenderung kapitalis karena didukung oleh Amerika Serikat. Perang saudara itu pecah pada 1969. Perang baru berakhir setelah Amerika angkat kaki dari Vietnam. Pada 1976 kedua Vietnam bersatu dalam satu bendera di bawah nama Republik Sosialis Demokrasi Vietnam.