Rabu 12 Apr 2017 17:35 WIB

Jokowi Enggan Komentar Soal Permintaan Pencabutan Pencegahan Setnov

Rep: Muhammad Fauzi Ridwan/ Red: Bayu Hermawan
Jokowi
Foto: setkab.go.id
Jokowi

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG- Presiden Joko Widodo yang akrab disapa Jokowi mengaku belum menerima surat dari DPR tentang permintaan pencabutan pencegahan terhadap Ketua DPR Setya Novanto. Sehingga ia mengatakan belum bisa berkomentar banyak terkait hal tersebut.

"Sampai saat ini suratnya belum sampai di meja saya, tolong ditanyakan kepada menteri hukum dan HAM. Jadi belum bisa berkomentar," ujarnya kepada wartawan seusai menghadiri acara penyerahan sertifikat hak atas tanah program strategi nasional serta pembinaan, fasilitas dan kerjasama akses reform di Kota Bandung, Rabu (12/4).

Jokowi menuturkan, belum mengetahui isi surat tersebut sehingga belum mengerti. Karena suratnya tersebut belum sampai di meja kerjanya. Saat ditanya terkait pencabutan pencekalan karena hak imunitas ketua DPR, Jokowi menegaskan belum bisa berkomentar.

"Saya belum tahu kalau sudah ada di meja saya (suratnya) saya buka dan baca baru saya bisa berkomentar," katanya.

Sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) akan mengirimkan surat nota keberatan kepada Presiden Joko Widodo atas dikeluarkannya status pencegahan bepergian keluar negeri kepada Ketua DPR RI Setya Novanto. Nota keberatan tersebut dimaksudkan agar Presiden Jokowi membatalkan pencegahan kepada Novanto.

Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengatakan, nota keberatan merupakan sikap resmi DPR RI atas pencegahan terhadap Novanto. Ia menjelaskan nota keberatan diawali nota protes dari fraksi Partai Golkar yang kemudian disepakati seluruh fraksi lainnya di rapat Bamus yang berlangsung hingga Selasa malam.

"Inti dari keberatan itu adalah keberatan kita tentunya menjadi keberatan Bamus atau DPR bahwa tindakan pencekalan kepada Ketua DPR telah tidak mempertimbangkan hal-hal yang ada," ujar Fahri yang juga didampingi Wakil Ketua DPR lainnya, Fadli Zon di Gedung DPR RI, Jakarta pada Selasa (11/4) malam.

Ia mengatakan, pertimbangan nota keberatan tersebut diantaranya karena pencegahan terhadap Novanto membuat kelembagaan DPR RI menjadi terganggu. Novanto yang menjabat sebagai Ketua DPR, selain memiliki posisi penting dalam struktur kenegaraan juga menjalankan fungsi diplomasi.

Pencegahan ini kata Fahri, membuat Ketua DPR RI tidak dapat menjalankan tugasnya dan mencoreng DPR RI di dunia internasional. Lantaran, ada beberapa forum internasional yang tidak bisa diwakilkan ke pimpinan DPR lainnya.

"Seperti akhir bulan ini, yakni pertemuan pimpinan-pimpinan parlemen industri termasuk Indonesia, ada Meksiko, Korea Australia. Itu biasanya dihadiri pimpinan-pimpinan dewan tapi dengan status cekal ini Pak Novanto enggak bisa pergi," kata Fahri.

Selain itu alasan pengajuan pencegahan KPK kepada Ditjen Imigrasi Kemenkumham untuk memudahkan pemeriksaan juga tidak tepat lantaran ia menilai Novanto selalu kooperatif dalam pemeriksaan KPK. Ia juga menekankan, bahwa pencegahan  terhadap ketua DPR yang berstatus sebagai saksi dapat mengganggu kerja kelembagaan dan memperburuk citra DPR sebagai lembaga negara baik di dalam negeri maupun luar negeri.

Meski begitu, Fahri juga tidak ingin upaya tersebut dikatakan bagian dari intervensi DPR atas kasus hukum perkara dugaan korupsi proyek KTP-el.

"Hak cekal bukan di penyidik hak cekal di ditjen imigrasi. Dia (penyidik) mengusulkan. Makanya ini sebenarnya kita tidak ada hubungan sama KPK, kami minta presiden sebagai kepala negara sebagai kepala pemerintahan, ini surat dari DPR, dan ini bukan surat pribadi tapi lembaga," kata Fahri.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement