REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepolisian Daerah Sumatra Selatan (Sumsel) disupervisi oleh Polri telah melakukan upaya investigasi terkait penembakkan mobil berisi keluarga oleh polisi di Kota Lubuklinggau, Sumatra Selatan. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Rikwanto mengatakan, investigasi tersebut mulai dari proses razia sampai terjadinya penembakan.
Kepolisian mendapatkan keterangan bahwa razia tersebut resmi dipimpin perwira dan sudah ada papan petunjuk razia serta dilakukan dengan ketentuan yang ada. "Kemudian dari sisi penembakan, menurut hasil penyelidikan sementara, bahwa penembakkan tersebut dilakukan terlalu cepat, artinya belum muncul ancaman ke petugas dan masyarakat. Bisa dikatakan masih cukup jeda waktu untuk tidak langsung dilakukan penembakan," ujar Rikwanto di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (20/4).
Hingga saat ini pemeriksaan terkait kasus tersebut masih terus dilakukan. Pemeriksaan dilakukan mendalam, termasuk pertimbangan sanksi hukum pidana. Rikwanto mengatakan, Kapolda Sumsel konsen sekali agar tidak terjadi pengulangan kasus serupa kepada satuan-satuan setempat.
Menurut ketentuan, sesuai Perkap Nomor 1 Tahun 2009 tentang penggunaan kekuatan tindakan kepolisan dalam beberapa pasal dijelaskan, penggunaan senjata api dilakukan apabila tindakan dapat menimbulkan luka parah, kematian bagi Polri maupun masyarakat sekitar. Dalam hal ini, ada unsur ancaman yang membuat petugas tidak punya altirnatif lain. Kemudian anggota yang sedang mengejar tersangka yang akan mengancam keselamatan masyarakat.
Namun, dalam pemeriksaan Propam soal kasus ini, kata dia, dikaitkan dengan Perkap Nomor 1 Tahun 2009 serta Perkap Nomor 8 Tahun 2009 tentang standar hak asasi manusia dalam kepolisian. Senjata api hanya boleh digunakan dalam hal luar biasa atau membela diri atau ancaman kematian dalam konteks melindungi masyarakat.
Dari situlah, nanti akan dinilai tindakan polisi sudah tepat apa belum tepat. Namun dari pengamatan dan pemeriksaan petugas yang ikut razia, memang satu sisi petugas tersebut cukup baik dalam mengambil tindakan dengan mengasumsikan tindakan. Saat ini anggota polisi brigadir berinisial K masih dalam status terperiksa.
"Coba kalau seandainya itu benar pelaku kejahatan atau teroris. Polisi itu satu kakinya di kuburan, satu di penjara. Kalau dia lambat bertindak dia bisa jadi korban, kalau salah bertindak bisa berakhir di penjara," katanya.
Terkait tindakan kepolisian, Rikwanto menjelaskan, memang ada kewenangan diskresi yang melekat pada setiap anggota kepolsian di seluruh dunia. Di mana kewenangan ini yakni untuk menilai secara subjektif kemudian mengambil tindakan tepat.
Ia menambahkan, kepada korban sudah dilakukan pendekatan. Kepolisian menanggung semua biaya berobat dan bela sungkawa. "Atas nama Polri, kami meminta maaf sebesar-besarnya, kami menyayangkan peristiwa yang tidak diinginkan ini," katanya.