REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Arsitektur militer menjadi ekspresi tertinggi pada masa Dinasti Ayyubiyah. Meski begitu, pada era dinasti ini berdiri sederet gedung madrasah yang megah. Melalui madrasah, Ayyubiyah berupaya untuk mengembangkan Mazhab Sunni dan mengikis pengaruh Syiah yang mendominasi Mesir di era Kekhalifahan Fatimiyah.
Sultan Salahuddin al-Ayubi di Mesir berupaya membentengi Kairo dan al-Fustat dengan dinding tinggi. Beberapa teknik pembangunan benteng tersebut dipelajari dari pasukan salib. Arsitekturnya banyak juga yang meniru dari Dinasti Fatimiyah, misalnya, menara bundar.
Wanita Muslim, terutama yang berasal dari keluarga Ayyubiyah, keluarga gubernur lokal dan keluarga ulama, memiliki peranan aktif dalam arsitektur Ayyubiyah. Mereka bertanggung jawab dalam pembangunan 15 madrasah, enam tempat pertemuan para sufi, dan 26 institusi agama. Di Aleppo terdapat Madrasah Firdaus yang menjadi bangunan dengan arsitektur Dinasti Ayyubiyah termasyhur di Suriah.
Dinasti Ayyubiyah tak hanya masyhur dengan arsitekturnya, keramik dan benda seni dari logam juga menjadi andalan dinasti yang menaklukkan Dinasti Fatimiyah di Mesir ini. Beberapa karya juga dipengaruhi dari agama Kristen. Tanda tangan seniman pada karya seni tersebut mengindikasikan mereka berasal dari Mosul (saat ini Irak) dan melarikan diri dari kejaran bangsa Mongol.
Keramik yang diproduksi oleh Suriah mendapatkan pengaruh pula dari Seljuk, Iran. Di antara karya seni yang lain, gelas yang dilapisi porselen juga menjadi keunggulan dalam periode ini. Ukiran kayu juga sangat dihargai oleh pelanggan Ayyubiyah. Teknik yang muncul dan dikembangkan selama periode ini dibentuk dari dasar seni pada periode Mamluk.
Dinasti Ayyubiyah juga dikenal sebagai pembangun yang kuat. Pemimpin mereka yang loyal dan murah hati memimpin pembangunan arsitektur secara besar-besaran di Mesir dan khususnya di Suriah. Pembangunan tersebut membangkitkan kembali kota-kota, seperti Damaskus dan Aleppo.
Arsitektur sekuler yang beredar di periode ini termasuk benteng di Kairo (dibangun pada 1187) dan Aleppo (dibangun pada awal abad ke-13). Sementara itu, pembangunan madrasah dan lembaga tinggi untuk belajar agama, seperti Zahiriya di Aleppo dan Salih Najmuddin Ayyub di Mesir, memberikan contoh ketertarikan Dinasti Ayyubiyah terhadap Islam Sunni.
Setelah itu Madrasah Al-Sahiba dibangun pada 1233 M di Damaskus oleh saudara perempuan Salahuddin bernama Rabia Khatun. Begitupun Mausoleum Shalah Najmuddin Ayyub yang dibangun pada 1250 juga merefleksikan betapa pentingnya peranan wanita dalam arsitektur Dinasti Ayyubiyah.