REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Peringatan hari buruh internasional yang berlangsung di depan Balai Kota Jakarta diwarnai pembakaran karangan bunga. Polisi dianggap kecolongan dengan adanya aksi yang tidak terduga ini.
"Polisi betul-betul kecolongan," ujar pengamat Kepolisian Bambang Widodo Umar melalui pesan singkat di Jakarta, Senin (1/5).
Bambang menilai, seharusnya ada koordinasi antara kepolisian dan pemadam kebarakaran guna mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan. Namun tampaknya kata dia, koordinasi tersebut tidak ada.
"Seharusnya pemadam kebakaran juga siap tapi nampaknya tidak ada. Ini menunjukkan koordinasi kerja bisa dibilang lemah," ungkap Bambang.
Selain itu, tambahnya, harusnya ada kajian secara detail terkait keberadaan karangan bunga teruntuk Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat itu. Karena keberadaan ratusan karangan bunga tentu saja dalam pandangannya dianggap dapat menciptakan kecemburuan sosial.
"Pembakaran karangan bunga untuk Ahok, akibat tidak dikaji oleh polisi bahwa karangan bunga itu bisa menimbulkan kecemburuan sosial," jelasnya.
Selain itu peran intel polri yang juga dianggap lemah sehingga tidak bisa memprediksi peristiwa pembakaran di tengah-tengah masa aksi demo buruh. Ditambah lagi kata dia, Polisi menganggap di setiap ada perkumpulan masa merupakan Police Hazards (PH).
"Dalil bagi polisi bahwa setiap ada kumpulan masa, hal itu merupakan police hazards. Ini yang lepas dari kajiannya, sehingga tak terduga terjadi pembakaran tersebut," paparnya.
Untuk diketahui, pembakaran karangan bunga tersebut diduga dilakukan oleh federasi Serikat pekerja logam elektronik dan metal Serikat Pekerja Seluruh Indonesia yang ada di jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat. Mereka melakukan aksi tersebut dengan tujuan untuk membersihkan kota Jakarta. "Beruntung kita hadir kemari turut membersihkan balai kota," kata Sekretaris Jenderal FSP LEM SPSI Idrus.