REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Harga pangan menjelang Ramadhan dan Idul Fitri menunjukkan peningkatan. Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum Asosiasi Pedagang Pasar Sarman Simanjorang menjelaskan, banyak pedagang pasar tidak mengetahui apakah stok barang pokok di distributor cukup banyak. Ketidaktahuan ini membuat pedagang hanya mengikuti instruksi dari distributor ketika harus menaikkan harga karena kelangkaan barang pokok.
"Kalau sebut stok cukup, ini di mana. Koordinasi antara pelaku (petani) dan distributor harus bagus dan diinfokan stok ke pedagang juga," kata Sarman, Kamis (11/5).
Sarman berharap agar keberadaan stok pangan bisa terpublikasikan pada pedagang dan masyarakat. Sehingga semua stakholder bisa ikut serta mengawasi jika memang ada permainan harga di sektor manapun.
Pengamat ekonomi Enny Sri Hartati mengatakan, jika pemerintah membiarkan kenaikan harga pangan naik setiap menjelang Ramadhan dan Idul Fitri, artinya ada kesalahan dalam segi implementasi kebijakan. Sebab kenaikan harga tersebut sebetulnya sudah bisa terprediksi jauh-jauh hari.
"Pemerintah sudah tahu kalau harga akan naik karena kebutuhan tinggi. Seharusnya pemerintah menyiapkan stok lebih banyak menjelang hari besar ini," kata Enny.
Menurut Enny, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian kerap menyebut bahwa pasokan pangan cukup dan aman. Namun, di pasar harga justru fluktuatif dan lebih sering mengalami lonjakan mendekati dua hingga tiga minggu sebelum Ramadhan.
Untuk itu, Kemendag dinilai harus melakukan pemantauan kembali pada distributor dan subdistributor. Hal ini untuk mencegah ada spekulan yang menahan bahan pokok di gudang sehingga rantai pasok tersendat dan mengakibatkan kelangkaan barang. Jika barang hanya dikuasai sejumlah distributor pun, maka barang pokok tersebut akan mudah diatur harganya.