REPUBLIKA.CO.ID, JAKATA -- Pengamat politik dari Pusat Studi Islam dan Kenegaraan (PSIK) Indonesia Arif Susanto menilai, angket DPR untuk menuntut KPK membuka rekaman pemeriksaan Miryam Haryani merupakan suatu abuse of power.
Selain merupakan bentuk intervensi terhadap penegakan hukum, angket tersebut juga mengekspresikan penyalahgunaan kekuasaan untuk melindungi kepentingan para politikus korup.
"Ketidakpahaman tata cara bernegara berpadu dengan meluapnya ambisi kuasa sebagian anggota DPR," kara Arif saat dihubungi, Jumat (19/5).
Hak angket yang diajukan tersebut juga menurutnya merupakan penggerusan integritas institusional dalam tubuh DPR. Namun, penggerusan integritas institusional dalam tubuh DPR tersebut masih mungkin dilawan lewat tekanan publik.
"Buktinya, setelah tekanan publik muncul, kini fraksi-fraksi pendukung angket kian tidak solid, sehingga masa depan angket ini tidak jelas," terang Arif.
Sebelumnya, Hak Angket KPK disahkan dalam rapat paripurna oleh Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, dengan 26 pengusul. Sayangnya, pengesahan Hak Angket KPK tersebut menuai kritik dan kecaman dari berbagai pihak, termasuk dari anggota DPR RI sendiri. Alasannya, Fahri Hamzah dianggap membuat keputusan sepihak tanpa menghiraukan peserta sidang yang mengajukan interupsi keberatan terkait hal itu.