Jumat 19 May 2017 13:13 WIB

Hak Angket KPK Dinilai Ekspresi Penyalahgunaan Kekuasaan

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Angga Indrawan
Sejumlah anggota DPR yang menolak hak angket KPK melakukan 'walk out' saat Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (28/4).
Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Sejumlah anggota DPR yang menolak hak angket KPK melakukan 'walk out' saat Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (28/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKATA -- Pengamat politik dari Pusat Studi Islam dan Kenegaraan (PSIK) Indonesia Arif Susanto menilai, angket DPR untuk menuntut KPK membuka rekaman pemeriksaan Miryam Haryani merupakan suatu abuse of power. 

Selain merupakan bentuk intervensi terhadap penegakan hukum, angket tersebut juga mengekspresikan penyalahgunaan kekuasaan untuk melindungi kepentingan para politikus korup.

"Ketidakpahaman tata cara bernegara berpadu dengan meluapnya ambisi kuasa sebagian anggota DPR," kara Arif saat dihubungi, Jumat (19/5).

Hak angket yang diajukan tersebut juga menurutnya merupakan penggerusan integritas institusional dalam tubuh DPR. Namun, penggerusan integritas institusional dalam tubuh DPR tersebut masih mungkin dilawan lewat tekanan publik.

"Buktinya, setelah tekanan publik muncul, kini fraksi-fraksi pendukung angket kian tidak solid, sehingga masa depan angket ini tidak jelas," terang Arif.

Sebelumnya, Hak Angket KPK disahkan dalam rapat paripurna oleh Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, dengan 26 pengusul. Sayangnya, pengesahan Hak Angket KPK tersebut menuai kritik dan kecaman dari berbagai pihak, termasuk dari anggota DPR RI sendiri. Alasannya, Fahri Hamzah dianggap membuat keputusan sepihak tanpa menghiraukan peserta sidang yang mengajukan interupsi keberatan terkait hal itu.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini

Apa yang paling menarik bagi Anda tentang Singapura?

1 of 7
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement