REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Hukum Universitas Islam Indonesia Mudzakkir berpendapat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) seharusnya memiliki pengawasan internal. Pengawasan internal untuk menjaga integritas lembaga auditor negara itu.
Mudzakkir mengatakan BPK dapat melakukan pengawasan dengan memfokuskan pada hasil audit. Khususnya pada hasil audit yang memiliki status Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
"Mereka (hasil audit) yang memiliki nilai-nilai kualitas bagus sebaiknya diperiksa secara acak. Ini sudah sesuai atau tidak, kalau tidak sesuai, mereka diperiksa," kata Mudzakkir kepada Republika melalui sambungan telepon, Ahad (28/5).
Mudzakkir menambahkan, pengawasan pada hasil audit akan memudahkan BPK untuk mendeteksi adanya kejanggalan. Jika ditemukan kejanggalan maka BPK dapat langsung meminta keterangan dari auditor BPK yang membuat laporan tersebut.
Jika auditor BPK tersebut 'bermain-main' dalam pemeriksaan audit keuangan negara maka patut diduga dia melakukan penyimpangan. "Jadi, semestinya internal mereka (BPK) itu harus ada (pengawasan)," ujar dia.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap pejabat Eselon I Badan Pemeriksa Keuangan Rachmadi Saptogiri dan Auditor BPK, Ali Sadli, pada operasi tangkap tangan, Jumat (26/5).
Rachmadi dan Ali ditangkap bersama dua pejabat Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT). Yaitu, Inspektur Jenderal Kemendes Sugito dan pejabat Eselon III Kemendes Jarot Budi Prabowo.
KPK menduga dua pejabat Kemendes PDTT memberikan suap kepada pejabat dan auditor BPK terkait pemberian opini wajar tanpa pengecualian (WTP) oleh BPK RI terhadap laporan keuangan Kemendes PDTT tahun anggaran 2016.
KPK telah menetapkan keempatnya sebagai tersangka.