REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komnas HAM Maneger Nasution mengatakan, pelibatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam pemberantasan terorisme mungkin dilakukan bila ada perubahan paradigma. Nasution mengatakan filosofi penanganan terorisme di Indonesia adalah criminal justice system model. Artinya, penanggulangan terorisme merupakan bagian dari upaya penegakan hukum. Penanggulangan terorisme menjadi wewenang kepolisian.
"Karena masuk pada criminal justice system, maka itu domainnya adalah kepolisian. Berbeda misalnya dengan di dunia Barat yang menjadikan terorisme sebagai war, sebagai gerakan perang," ujar Maneger Nasution kepada Republika.co.id, Selasa (30/5).
Di negara-negara Barat, Nasution menuturkan, paradigma penanganan terorisme adalah perang sehingga penanganannya dilakukan dengan pendekatan militer. Lain halnya, dengan Indonesia. Kalau ada gagasan pelibatan TNI dalam penanganan terorisme seperti yang disampaikan Jokowi, Nasution menyatakan harus ada perubahan paradigma dalam memandang terorisme.
Nasution menambahkan, di samping perubahan paradigma, harus dipastikan juga alasan pemerintah untuk melibatkan TNI. Jika alasannya karena kemampuan polisi tidak memadai untuk menangani terorisme, Nasution menduga maksudnya perbantuan dari TNI.
Lain halnya, lanjut Nasution, jika alasan pelibatan TNI ini karena Jokowi melihat kepolisian semakin tidak bisa dievaluasi atau tidak terkendali ketika melakukan penanganan terorisme. Jika demikian, masuknya TNI dimungkinkan bisa untuk saling mengawasi atau mencari keseimbangan.
Nasution menerangkan selama ini TNI memang sudah diminta bantuan untuk menindak teroris, seperti dalam perburuan teroris kelompok Santoso di Sulawesi Tengah. Tapi, Nasution menjelaskan, dalam operasi tersebut yang memimpin tetap kepolisian.
Pelibatan TNI dalam operasi tersebut hanya bersifat perbantuan, sama halnya ketika Polri meminta bantuan TNI dalam aksi-aksi unjuk rasa yang eskalasi ancamannya tinggi. Nasution juga sepakat harus ada pembagian tugas dengan kepolisian agar tidak tumpang tindih.
"Sekali lagi, yang paling utama harus ada perubahan paradigma. Paradigmanya harus diubah seperti yang terjadi di beberapa negara yang menjadikan terorisme sebagai perang. Kalau tidak, masih criminal justice system, maka tetap kepolisian yang memimpin dan pelibatan TNI adalah perbantuan," ujar Nasution.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo dalam sidang paripurna kabinet di Istana Bogor, Senin (29/5) kemarin ingin agar TNI diberikan kewenangan dalam revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme (RUU Antiterorisme).
Jokowi meminta Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan HAM menyiapkan skema tersebut. Ia juga mendorong agar pembahasan RUU Antiterorisme bisa secepatnya diselesaikan.