REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan terpidana kasus terorisme Sofyan Tsuari menilai bahwa revisi Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme harus memihak korban. Keberpihakan ini seperti memuat jumlah kompensasi yang ditujukan untuk para korban aksi terorisme.
"Korban harus diberi kompensasi yang layak. RUU agar bersikap adil terhadap para korban. Pemerintah harus hadir dalam penanganan korban," kata Sofyan dalam diskusi bertajuk Membedah Revisi Undang-undang Anti Terorisme, di Jakarta, Sabtu (3/6).
Sofyan yang merupakan mantan anggota Al Qaeda ini mengatakan terorisme adalah ancaman yang nyata dan berpotensi menimbulkan banyak korban tak berdosa.
Untuk itu, dia meminta DPR agar objektif dalam menggodok RUU Pemberantasan Terorisme supaya mencegah banyak korban berjatuhan akibat aksi terorisme.
Anggota Panitia Khusus Revisi Undang-undang Pemberantasan Terorisme Bobby Adhityo Rizaldi mengakui pandangan anggota DPR masih terbelah dalam merumuskan RUU Terorisme. "Politik DPR dan pemerintah belum menemukan titik temu. Kami DPR terbelah," kata Bobby.
Dia mengatakan DPR sangat berhati-hati dalam menggodok RUU ini karena ada kekhawatiran kalau masyarakat tidak suka dengan hasil RUU yang kemudian disahkan menjadi UU bakal berimbas pada Pemilu 2019.
Imbas tersebut, yaitu membuat mereka tidak terpilih lagi dalam Pemilu 2019. "Secara pragmatis jelas, kami ingin membuat UU Terorisme yang humanis. Tapi kami juga sama-sama bingung jika kami buat UU yang tidak disukai masyarakat. Semua khawatir tidak dipilih lagi," kata anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Golkar ini.