REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia Din Syamsuddin meminta pemerintah Indonesia untuk merintis mediasi pembicaraan sejumlah negara Arab dengan Qatar agar tidak terjadi peningkatan ketegangan di kawasan Teluk seiring terjadinya krisis diplomatik.
"Indonesia agar menjadi pemrakarsa netral, penengah dan perantara dalam persoalan Qatar, sesuai politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif untuk perdamaian abadi," kata Din di Jakarta, Rabu (7/6).
Menurut dia, perkembangan hubungan sejumlah negara Arab dengan Qatar jika tidak segera diatasi dapat berpotensi pada hal-hal lain yang lebih mengkhawatirkan, bahkan dapat menuju pada perang saudara sesama Muslim. Terlebih, perkembangan politik di Teluk kerap tidak bisa diprediksi dan di beberapa negara mengalami ketidakpastian dan menuju instabilitas.
Beberapa negara Teluk seperti Arab Saudi, Mesir, Uni Emirat Arab dan Kuwait memutus hubungan diplomatiknya dengan Qatar. Din menengarai krisis diplomatik di Qatar itu terjadi karena adanya tindakan saling menuduh terutama terkait terorisme.
Din mengatakan hal itu seharusnya tidak terjadi apabila ada dialog untuk saling mengklarifikasi tuduhan terhadap Qatar yang dianggap mendukung aksi radikalisme di kawasan Teluk. Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu mengatakan akan terjadi banyak dampak jika krisis diplomatik itu berkepanjangan yaitu mengganggu persatuan umat Islam di dunia. Lebih dari itu, perselisihan dapat menuju ke area yang lebih luas lagi.
Secara spesifik, kata dia, Arab Saudi merupakan negara berjuluk pelayan dua Tanah Suci yang menjadi tempat ibadah umat Islam untuk umrah dan haji. Jika putusnya hubungan diplomatik itu berkepanjangan maka jamaah haji dari Qatar akan terhambat untuk menunaikan rukun Islam yang kelima.
Bagi warga Indonesia, lanjut dia, jamaah umrahnya dapat terhambat beribadah karena banyak yang menggunakan jasa transportasi udara milik perusahaan Qatar dan berlabuh sementara di salah satu negara Teluk itu.