Senin 12 Jun 2017 05:21 WIB

ICW Minta Hak Angket KPK Dihentikan

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Bayu Hermawan
ICW
ICW

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta kepada DPR RI untuk menghentikan hak angket yang dilayangkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebab sejak awal pembentukan angket tersebut sudah cacat hukum.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Almas Sjafrina menuturkan banyak faktor yang membuat Angket KPK itu harus disetop. Salah satunya, karena angket tersebut sarat dengan muatan konflik kepentingan.

Apalagi, nama-nama yang ada dalam keanggotaan Pansus Angket KPK itu diisi oleh anggota dewan yang tersebut pada dakwaan tersangka kasus KTP-el yakni Irman dan Sugiharto.

Selain itu, lanjut Almas, proses persetujuan Hak Angket di DPR pun sudah bermaslaah. Dalam rapat paripurna yang saat itu dipimpin Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, Fahri mengabaikan interupsi yang diajukan oleh anggota dewan yang hadir. Bahkan karena itu ada tiga fraksi yang walk out.

"Ada yang ingin menyampaikan interupsi tapi ditolak oleh Fahri Hamzah. Dan tiga fraksi bahkan walk out," ujarnya di kantor ICW, Jakarta, Ahad (11/6).

Padahal berdasarkan aturan, jika rapat itu tidak bisa menghasilkan kesepakatan, maka mekanisme pengambilan keputusan seharusnya adalah dengan harus pengambilan suara atau voting. Namun yang terjadi, meski dihujani interupsi, voting tidak dilakukan.

Menurut Almas, hak angket KPK itu juga kental dengan maksud ingin mengintervensi perkara kasus proyek pengadaan KTP-el. Hak angket dan perkara KTP-el yang saat ini sudah masuk pro justitia, ini tidak bisa dipisahkan. Lantaran cikal-bakal angkey bermula ketika KPK menolak membuka rekaman pemeriksaan Miryam S Haryani, anggota dewan yang pernah diperiksa di KPK ataupun di pengadilan kasus KTP-el.

Almas juga mengakui bahwa angket KPK sudah memasuki ranah pembiayaan. Total biaya untuk angket KPK ini yaitu Rp 3,1 miliar. Namun, menurut dia, biaya tersebut ilegal karena sejak awal pembentukannya sudah cacat hukum.

"Proses legitimasi panitia angket ini dipertanyakan sehingga ada potensi kerugian negara," ujarnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement