REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Pemerintah Australia harus membayar kompensasi sebesar 70 juta dolar AS atau Rp 910 miliar untuk 1.905 pengungsi dan pencari suaka di Pulau Manus, Papua Nugini.
Pemerintah Australia dinyatakan bersalah dalam gugatan kelompok karena secara tidak sah telah menahan para pengungsi dalam kondisi berbahaya di pulau tersebut.
Gugatan kelompok itu mulai diajukan oleh firma hukum Slater and Gordon di Mahkamah Agung Victoria pada Desember 2016, atas nama para pengungsi Pulau Manus yang ditahan sejak November 2012 hingga Desember 2014.
Pemerintah Australia memilih untuk memberi ganti rugi, daripada melanjutkan persidangan yang akan berlangsung selama enam bulan. Persidangan itu akan membeberkan bukti-bukti mengenai pembunuhan tahanan di dalam pusat penahanan pulau tersebut.
Selain itu, sejumlah kasus lain juga ditemukan seperti pelecehan seksual dan perawatan medis yang tidak memadai sehingga menyebabkan cedera dan kematian. Penggugat utama dalam kasus ini adalah seorang warga Kristen Iran, Majid Kamasaee, yang berusia 35 tahun.
Ia melarikan diri dari tanah airnya untuk menghindari konflik agama di negaranya. Menurutnya, kompensasi tersebut merupakan pengakuan atas penderitaan yang dialami oleh orang-orang para pengungsi di Pulau Manus.
"Kasus ini bukan hanya tentang saya, ini tentang setiap orang yang telah terjebak di Pulau Manus," kata Kamasaee seperti dikutip The Guardian.
"Saya datang ke Australia untuk mencari kedamaian, tapi saya dikirim ke Manus, yang seperti neraka. Saya kesakitan setiap menit, setiap hari, dan saya menangis setiap malam sampai saya tidak punya apa-apa lagi," ungkap dia.