Jumat 16 Jun 2017 19:02 WIB

Golkar Ajak Fraksi Lain 'Ngalah' Soal Presidential Threshold

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Bayu Hermawan
Rambe Kamarul Zaman
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Rambe Kamarul Zaman

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Anggota Panitia Khusus Rancangan Undang-undang Penyelengaraan Pemilu dari Fraksi Partai Golkar Rambe Kamarul Zaman berharap pembahasan RUU Pemilu tidak berakhir pada penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu).

Sebab itu jika hal itu terjadi, maka artinya pemerintah menghendaki kembali ke Undang-undang Pemilu lama. Padahal menurutnya, kembali UU lama sudah tidak relevan.

"Karena ini juga membuat demokrasi juga kita tidak sehat," ujar Rambe saat dihubungi pada Jumat (16/6).

Menurutnya, kembali ke UU Pemilu lama artinya terdapat poin-poin aturan Pemilu yang tidak relevan dan perlu perbaikan.

Karenanya, ia berharap pembahasan RUU Pemilu menemui titik temu antara seluruh fraksi-fraksi di DPR dengan Pemerintah terkait lima isu krusial RUU Pemilu. Sehingga pembahasan tidak menemui jalan buntu atau dedlock yang menyebabkan penerbitan Perppu dan kembali ke UU Pemilu lama.

Rambe pun meminta agar ada kerelaan dari fraksi-fraksi terkait poin yang diminta oleh pemerintah yakni besaran ambang batas pengajuan presiden.

"Parlemen juga tidak bisa memaksakan kehendak. Pemerintah juga kan banyak mengalah itu. Saran saya, ini mari musyawarahkan, fraksi-faksi nggak perlu terlalu ngotot kalau memang tidak kita perbincangkan konstitusional dan inkonstitusional," katanya.

Sebab, sikap pemerintah yang tetap pada 20-25 persen kursi untuk presidential threshold yang juga didukung oleh fraksi Partai Golkar itu mempunyai alasan kuat yakni demi menciptakan pemerintahan yang efektif. Bahwa setiap pengajuan calon presiden harus sejak awal didukung koalisi parlemen partai politik. Koalisi juga kata Anggota Komisi II DPR RI tersebut harus koalisi yang kuat sejak awal.

"Dia (presiden) harus didukung koalisi parlemen partai politik sejak awal yang permanen bukan keluar masuk. Harus koalisi yg lebih bagus. Terutama dalam pelaksanaan kebijakan agar pembangunan nasional seiring dari desa, kabupaten, kota sampe nasional," ujarnya.

Karenanya, ia mengungkap lobi-lobi pun terus dilakukan demi mencapai kemufakatan lima isu krusial tersebut. Sebab, 19 Juni nanti akan diambil keputusan tingkat satu di Pansus untuk memastikan apakah lima isu krusial tersebut mencapai mufakat atau dibawa ke voting paripurna.

"Kalau konsolidasi kita jalan terus. Paripurna batasannya yang paling penting kita sudah bersepakat semua kesepakatannya apapun Paripurna tanggal 20 Juli. Sudah titik nadir itu," katanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement