Kamis 06 Jul 2017 18:42 WIB

Fraksi Gerindra Isyaratkan Melunak Soal Presidential Threshold

Rep: FAUZIAH MURSID/ Red: Bayu Hermawan
Ahmad Muzani
Foto: Republika/Mabruroh
Ahmad Muzani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Fraksi Partai Gerindra di DPR mengisyaratkan bersedia melunak terkait besaran ambang batas pengajuan presiden (presidential threshold) dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu. Hal ini dilakukan demi selesainya pembahasan RUU Pemilu tanpa perlu melalui proses voting di rapat paripurna DPR.

"Iya (Gerindra lentur). Kita sudah bicara dengan semua fraksi, semua sudah bicara menghindari voting agar suara DPR satu titik berapa kita bicara," ujar Ketua Fraksi Gerindra di DPR Ahmad Muzani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Kamis (6/7).

Menurut Muzani, partainya sendiri masih berkeinginan bahwa presidential threshold ditiadakan dalam Pemilu serentak 2019 mendatang. Hal ini kata Muzani, bukan tanpa dasar mengingat keserentakan Pemilu mendatang yakni Pemilihan Legirelatif dan Pemilu Presiden, yang dalam perspektif partainya sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi.

"Karena itu kita inginkan nol persen maka itu kalau kita adakan tiket yang sama buat pertunjukan yang berbeda kan nggak lazim," ujarnya.

Menurut Muzani, terkait itu fraksinya juga meminta pandangan seluruh fraksi lain untuk disamakan persepsinya. Meskipun fraksi lain berpandangan bahwa presiden memang perlu didukung dengan kekuatan parlemen.

"Bahwa ada pandangan presiden terpilih itu didukung oleh sedikit parlemen, mungkin saja karena konstitusi seperti itu jadi buat kami itu bukan sesuatu yang risau," katanya.

Sebelumnya, anggota Pansus RUU Pemilu Johny G Plate mengklaim telah ada pergeseran signifikan sikap fraksi berkaitan isu krusial ambang batas pengajuan calon presiden (presidential threshold).

Menurutnya, fraksi pendukung presidential threshold ditiadakan atau nol persen dan pendukung presidential threshold mulai bergeser dari angka nol persen menjadi perlu ada angka ambang batas.

"Ini kan perbedaan posisi yang signifikan terkait penafsiran konstitusional terhadap MK. Dari nol geser ke 10 persen. Berati ada ambang batas. Argumentasinya sama 10 atau 20 persen," ujar Johni di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Rabu (5/7).

sumber : Center
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement