REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Panitia Khusus (Pansus) Angket terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agun Gunanjar Sudarsa mengatakan, diperlukan sistem pencegahan korupsi yang dapat dilakukan checks and balances, karena Indonesia adalah negara hukum yang demokratis.
Menurutnya, hal tersebut yang menjadi asal muasal lahirnya KPK, yang dari mandat reformasi dikonsepkan sebagai trigger mechanism, yaitu pihak yang memberdayakan Polri dan Kejaksaan agar kembali on the track (koordinasi dan supervisi).
"Lalu selama 15 tahun KPK eksis apakah sistem pencegahan korupsi yang sudah dibuat KPK bersama Polri dan Kejaksaan? kenapa sampai muncul cicak vs buaya? Pertanyaan inilah yang sesungguhnya harus sama-sama mulai dibuka ke publik, didiskusikan dan dikerjakan pembenahannya bersama-sama," kata Agun, Senin (10/7).
Agun mengatakan, Indonesia adalah negara besar dan kaya, sehinga banyak tema atau hal lain yang dapat ditampilkan ke publik sebagai inspirasi generasi muda. Menurutnya, sikap KPK yang selalu mempublikasikan kebobrokan Indonesia dengan banyaknya koruptor dapat menanamkan kebencian kepada anak bangsa sendiri, dan menganggap bahwa Indonesia adalah ladang koruptor yang selalu siap dipanen.
"Korupsi bukan komoditas yang dipelihara dan dijual, korupsi itu penyakit yang wajib diobati ke akar-akarnya sampai sembuh," ujarnya.
Dia melihat saat ini publik selalu diarahkan kepada dua pilihan, yaitu mendukung atau tidak mendukung KPK. Dimana bagi penolak KPK dianggap sebagai pro koruptor.
Padahal, kata Agun, masalahnya bukan tentang dukung-mendukung tetapi evaluasi terhadap KPK setelah selama 15 tahun dipercayakan oleh rakyat dengan segala fasilitasnya.
Agun menjelaskan, sinergitas aparatur penegak hukum (Polri, Kejaksaan, KPK) sangat penting dalam politik pemberantasan korupsi dan politik penegakkan hukum.
"Itu semua harus ditata dalam domain hukum tata negara yang menjadi salah satu fokus kerja Pansus," ucapnya.
Menurut Agun, KPK sebagai lembaga penegak hukum harus mendapatkan pengawasan yang cukup dari lembaga lain, karena menurut dia, KPK tidak mungkin dilepas begitu saja dalam melaksanakan kewenangannya.
"Ini agar tidak abuse of power, agar terwujudnya checks and balances dalam penegakan hukum," katanya.
Ia menjelaskan bahwa hal ini dilakuakn sebagai antisipasi agar tidak timbul rasa ragu, rasa tidak yakin bagi para penyelenggara negara dalam menjalankan tugas kewajibannya serta para pelaku bisnis dan dunia usaha dalam kesehariannya.
Selama ini, kata Agun mereka (Penyelenggara negara) tidak berani maju untuk mulai terbuka membahas KPK secara jujur dan adil ke publik karena KPK diposisikan 'suci' untuk di kritik atau di evaluasi.
"Kini saatnya kita kedepankan semangat bersama, dengan niat yang baik untuk perbaikan semuanya, dengan saling menghargai dan menghormati kelembagaan dan tupoksi kita masing masing. Bukan saling menyerang apalagi melecehkan. Marilah kita jalankan dan hargai Tupoksi kita masing masing secara mandiri dan independen berdasarkan peraturan perundangannya," jelasnya.