Selasa 18 Jul 2017 07:58 WIB

Setnov Jadi Tersangka Jangan Dikaitkan dengan Pansus Angket

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Andi Nur Aminah
Ketua DPR RI Setya Novanto
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Ketua DPR RI Setya Novanto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar berpendapat, penetapan tersangka Ketua DPR Setya Novanto dalam kasus KTP elektronik (KT)-el) tidak boleh dikaitkan dengan hak angket yang dilayangkan DPR terhadap KPK. Apalagi, sebelum hak angket digulirkan, nama Setnov sudah sering disebut dalam persidangan.

"Itu tidak benar (mengaitkan penetapan tersangka Setnov dengan hak angket, Red), karena sebelum ada Pansus Angket, perkara KTP-el sudah disidangkan dan nama SN serta beberapa anggota DPR, mantan mentri juga disebut dalam dakwaan," kata Fickar saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (18/7).

Fickar melanjutkan, dalam kasus KTP-el, keterlibatan SN sudah banyak disebut baik oleh para terdakwa maupun para saksi. Keterangan tersebut juga menurutnya sudah menjadi fakta persidangan.

Maka dari itu, penetapan tersangka Setnov menurutnya tidak bisa disebut sebagai perlawanan KPK terhadap Pansus Angket. "Tidak bisa, justru angket dan Pansus merupakan respons atau perlawanan terhadap kasus KTP-el," ucap Fickar.

Sebelumnya, KPK menetapkan Ketua DPR RI Setya Novanto sebagai tersangka kasus pengadaan KTP-el. KPK telah mengantongi bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan ketua umum Partai Golkar itu sebagai tersangka baru kasus KTP-el.

"Setelah mencermati fakta persidangan dari dua terdakwa kasus KTP-el, Irman dan Sugiharto pengadaan paket KTP-el tahun 2011 dan 2012 di Kemendagri, KPK temukan bukti permulaan yang cukup seorang lagi jadi tersangka. KPK menetapkan saudara SN anggota DPR RI pada 2009 sampai 2011 sebagai tersangka" ujar Ketua KPK Agus Raharjo di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (17/7).

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement