Selasa 18 Jul 2017 13:38 WIB

BW Minta KPK Antisipasi Tiga Hal Setelah Setnov Tersangka

Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto memberikan keterangan kepada awak media di Media Center KPK, Jakarta, Selasa (4/11).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto memberikan keterangan kepada awak media di Media Center KPK, Jakarta, Selasa (4/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto meminta agar KPK mengantisipasi tiga hal pascapenetapan Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan KTP Elektronik.

"Ada berbagai informasi dari beberapa kalangan yang mengindikasikan ada tiga tindakan potensial terjadi dan harus dihadapi KPK dan diantisipasi," kata Bambang dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Selasa (18/7).

Bambang menyebutkan pertama, sangat mungkin, tekanan dari Panitia Khusus Hak Angket KPK akan kian 'brutal' dan 'membabi buta' untuk memporak-porandakan eksistensi lembaga antikorupsi itu. Kedua, ada oknum penegak hukum yang diduga dimanfaatkan untuk dipengaruhi dan bahkan saling bekerja sama untuk melakukan hal pertama di atas.

Bambang juga berpesan agar KPK harus mengantisipasi adanya dugaan yang akan 'mengkooptasi' pengadilan melalui tangan-tangan tertentu, misalnya, melalui praperadilan atau proses di pengadilan.

"Ketiga, KPK harus juga mengantisipasi serangan balik, baik berupa kekerasan maupun kriminalisasi," kata dia.

Bambang mengingatkan tugas strategis KPK bukan sekadar menetapkan Setya Novanto semata tetapi juga harus memastikan agar proses pascapenetapan dapat dilanjutkan hingga ke pengadilan dan perkara atas Setnov dapat dibuktikan hingga ke tingkat Mahkamah Agung. "Saya menduga KPK sudah mempunyai rencana dan skenario untuk tiga kondisi itu," ujar dia.

Pada Senin (17/7), KPK mengumumkan Setnov yang saat ini menjadi Ketua DPR dan Ketua Umum Partai Golkar sebagai tersangka keempat dalam kasus KTP-E. Setnov yang saat penganggaran dan pelaksanaan KTP-El itu berlangsung pada 2011-2012 menjabat sebagai ketua Fraksi Partai Golkar berperan melalui seorang pengusaha bernama Andi Agustinus alias Andi Narogong.

"Saudara SN melalui AA (Andi Agustinus) diduga memiliki peran baik dalam proses perencanaan dan pembahasan anggaran di DPR dan proses pengadaan barang dan jasa KTP-E. SN melalui AA diduga telah mengondisikan peserta dan pemenang pengadaan barang dan jasa KTP-E," kata Ketua KPK Agus Rahardjo.

Ia disangkakan pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement