REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepolisian RI berencana membentuk Detasemen Khusus Anti-Korupsi untuk memperkuat penanganan masalah korupsi. Anggota Komisi III DPR RI, Taufiqulhadi mengatakan Densus Anti-Korupsi ini tidak akan tumpang tindih dengan fungsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Kami mendorong Polri untuk melakukan upaya pemberantasan korupsi lebih kuat lagi. Maka, kami dorong dengan membangun struktur yang khusus untuk memburu para koruptor," kata Taufiqulhadi di Gedung DPR RI, Rabu (19/7).
Taufiq menyatakan Komisi III DPR RI sudah sepakat untuk mendukung pembentukan densus ini sesuai kesimpulan hasil rapat. Soal anggaran pembentukan densus ini akan dibahas kemudian. Menurut dia, Densus Anti-Korupsi ini merupakan struktur baru di tubuh kepolisian dalam konteks khusus penegakan hukum di bidang pemberantasan korupsi.
Fungsi densus ini menurutnya tidak akan tumpang tindih dengan KPK, karena saat ini pun Polri juga sudah menangani pemberantasan kasus korupsi. Peran ini akan lebih diberdayakan lagi lewat pembentukan densus.
Sementara, Taufiq menerangkan, KPK adalah lembaga yang bertugas melakukan koordinasi di antara lembaga-lembaga penegak hukum lain, seperti Kejagung dan Polri. Saat ini, menurut Taufiq, sudah ada pembagian tugas antara KPK dengan Polri, tapi justru tidak diindahkan oleh KPK.
Politikus Nasdem ini mencontohkan, KPK harusnya menangani kasus-kasus korupsi di atas Rp 1 miliar. "Sekarang ini KPK melakukan OTT hanya Rp 10 juta. Jadi saya lihat KPK sendiri yang tidak mengindahkan pembagian tugasnya," ucapnya.
Taufiq berharap densus ini segera dapat bekerja efektif setelah dibentuk. Ia menyatakan wewenang densus ini tetap dalam koridor hukum. Seperti halnya, Densus Anti-Terorisme yang dibentuk dalam konteks memberantas terorisme, densus ini dibentuk untuk mengejar para koruptor.
"Nanti tinggal kita lihat mana yang lebih efektif. Sifatnya (dengan KPK) koordinasi antar lembaga," ujar Taufiq.