REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Abdul Manan Abdul Ghani mengatakan, bahwa sistem khilafah yang dibawa oleh Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) ke Indonesia merupakan sistem yang sangat berbeda sengan sistem demokrasi. Karena itu, menurut dia, tak heran jika pemerintah mencabut status badan hukum HTI di Indonesia.
"Setahu saya kan HTI itu ingin membangun khilafah. Itu kan negara di dalam negara. Tidak boleh ada negara di dalam negara. Dan kita sudah sepakat bahwa Indonesia itu Darul Ahdi, negara yang di bawah perjanjian. Perjanjian untuk hidup bersama," ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (19/7).
Karena itu, menurut dia, siapapun yang ingin hidup di Indonesia maka juga harus mengikuti konsensus yang telah dibangun berpuluh-puluh tahun, yaitu siap hidup bersama walaupun berbeda-beda suku, berbeda bahasa, dan mengamalkan falsafah Pancasila. "Ya siapa saja yang ingin di Indonesia harus mengikuti itu. Itu perjanjinnya," ucapnya.
Ia mengatakan, HTI dalam situs resminya juga menyatakan bahwa yang tidak mengikuti sistem khilafah adalah kafir. Sementara, Indonesia sendiri telah lama menerapkan sistem demokrasi, sehingga menurutnya sistem khilafah adalah sistem HTI yang ingin dipaksakan di Indonesia. "Nah itu saja, bagaimana bisa mengkafirkan orang yang ada di Indonesia. Padahal kan kita negara di bawah perjanjian sama kayak Rasulullah di bawah perjanjian piagam madinah," kata Kiai Mannan.
Seperti diketahui, pencabutan status badan hukum HTI telah resmi dilaksanakan pada Rabu (19/7) oleh pemerintah. Tidak hanya pada HTI, tindakan tegas tersebut nantinya juga akan diberikan kepada perkumpulan atau ormas yang melakukan upaya atau aktivitas yang tidak sesuai dengan kehidupan ideologi Pancasila dan NKRI.