REPUBLIKA.CO.ID, MUARA TEWEH -- Tongkang pengangkut batubara dan kayu sudah bisa melewati jalur bawah Jembatan KH Hasan Basri Muara Teweh, Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah, sejak Jumat (21/7) sore setelah sepekan dilarang melintas karena tinggi permukaan air di atas normal.
"Tinggi permukaan air Sungai Barito mulai turun dan sarana transportasi sungai, terutama bertonase besar, aman melintas di bawah jembatan," kata Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Dermaga Muara Teweh pada Dinas Perhubungan Barito Utara Muhammad Nurdin di Muara Teweh, Sabtu (22/7).
Ia mengatakan ketinggian permukaan air pedalaman Sungai Barito pada Sabtu (22/7) pagi sudah normal pada skala tinggi air (STA) Muara Teweh yaitu menunjuk pada angka 9,40 meter. Sebelumnya, tinggi permukaan air atas normal yaitu mencapai 12,55 meter sehingga angkutan bertonase besar dilarang melintas di bawah jembatan tersebut.
Pada kondisi permukaan air di atas normal, angkutan bertonase besar tidak bisa melewati bagian bawah jembatan sepanjang 270 meter dengan lebar lima meter berkonstruksi baja Australia yang dibangun tahun 1990 itu. "Sejak kemarin larangan berlayar bagi angkutan kapal dan tongkang sudah kami cabut karena volume air Sungai Barito mulai turun," katanya.
Meski sudah aman bagi pelayaran, namun angkutan tongkang bermuatan batu bara yang berlayar ke hilir dan sebaliknya, tongkang kosong ke hulu, masih belum terlihat ramai. Sejumlah kapal dan tongkang mengangkut batu bara milik perusahaan yang berlokasi di wilayah Kabupaten Barito Utara dan Murung Raya kini mulai berlayar, sebelumnya terpaksa bersandar di kawasan hutan pinggiran Sungai Barito.
Nurdin mengatakan mungkin pekan depan angkutan tambang dan kayu mulai ramai lagi, karena sebagian tongkang yang sebelumnya tidak bisa memuat batu bara sudah mulai melakukan aktivitas. "Memang selama ini Sungai Barito merupakan sarana satu-satunya untuk mengangkut sumber daya alam keluar daerah," jelasnya.
Sejumlah tongkang yang bermuatan batu bara itu milik perusahaan pemegang izin perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B) dan Kuasa Pertambangan di dua kabupaten paling utara Kalteng itu.
"Kedalaman Sungai Barito kini sulit diprediksi. Bisa saja sebelumnya debit air naik, namun pekan depan bisa surut. Masalah inilah yang menjadi kendala sehingga angkutan hasil tambang tidak maksimal," katanya.