REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Presiden Rusia Vladimir Putin, pada Ahad (30/7), memerintahkan agar 755 diplomat Amerika Serikat (AS) yang berada di Rusia untuk meninggalkan negaranya. Tindakan ini diambil menyusul keputusan AS yang akan menerapkan sanksi baru kepada Rusia karena diduga mengintervensi proses pilpres AS tahun lalu.
Lebih dari seribu orang bekerja dan masih bekerja di kedutaan dan konsulat AS. Sebanyak 755 di antaranya harus menghentikan aktivitas merekadi Rusia, ujar Putin dalam sebuah wawancara seperti dikutip laman The Telegraph.
Putin mengatakan bahwa kemajuan dalam perbaikan hubungan antara Moskow dan Washington tidak dapat diharapkan, setidaknya dalam waktu dekat ini. "Kami sudah menunggu cukup lama, berharap situasinya bisa berubahmenjadi lebih baik. Tapi nampaknya, kalaupun situasinya berubah, itu tidakter jadi dalam waktu dekat ini," katanya.
Sebelumnya kongres dan senat AS telah menyetujui sebuah rancangan undang-undang (RUU) untuk memberikan sanksi kepada Rusia. Sanksi tersebut dinilai layak dikenakan kepada Rusia karena diyakini telahmeng intervensi jalannya proses pilpres AS pada 2016, yakni dengan membocorkan surel pribadi Hillary Clinton, yang notabene menjadi kandidat pesaing Donald Trumpkala itu.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Ryabkov menilai sanksi terbaru AS terhadap negaranyatidak memberi kesempatan untuk memperbaiki hubungan kedua negara dalam waktu dekat. Ia menilai, sanksi juga akan menyebabkan hubungan AS dan Rusia mengambang tanpa kejelasan.
"Ini sudah memiliki dampak yang sangat negatif pada proses normalisasi hubungan kita (Rusia-AS). Hubungan keduanegara memasuki wilayah yang belum dipetakan dalam arti politik dandiplomatik," ujar Ryabakov, seperti dilaporkan.
Kendati demikian, Presiden AS Donald Trump dikabarkan akan segera menandatangani RUU tersebut. Walaupun sebelumnya dia telah menyatakan keinginannya untuk memperbaiki hubungan antara AS dengan Rusia.