REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Niat kuasa hukum Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Yusril Ihza Mahendra mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terkait pembubaran organisasi kemasyarakatan (Ormas) tak kunjung kesampaian. Hal tersebut disibabkan pihaknya belum menerima Surat Keterangan (SK) Pencabutan Status Badan Hukum HTI dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) hingga saat ini.
"Kami menyesalkan kinerja Kemenkumham yang sangat lambat dalam menyerahkan SK Pencabutan Status Badan Hukum dan pembubaran HTI," ujar Yusril dalam keterangan pers yang diterima Republika.co.id, Kamis (3/8).
Yusril mengatakan, ia bersama dengan firma hukumnya telah berulang kali meninta SK tersebut kepada Direktur yang menangani masalah tersebut. Direktur yang berada di bawah Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU). Namun, selalu dijawab belum ada perintah Dirjen untuk menyerahkan SK tersebut kepada HTI atau kuasa hukumnya.
"Sementara Dirjen AHU Freddy Haris sudah lebih seminggu tidak bisa dihubungi melalui telepon," kata Yusril.
Untuk itu, Yusril meminta Menkumham Yasonna Laoly agar segera memerintahkan Dirjen AHU menyerahkan SK Menkumham tentang pembubaran HTI tersebut. Penyerahan SK tersebut dinilai lambat sebagaimana pemerintah telah dengan resmi mengumumkan pencabutan status badan hukum dan pembubaran tersebut tanggal 19 Juli yang lalu.
"Masa sudah lebih dua minggu SK tidak dikirim juga. Padahal berdasar SK itulah kami akan menggugat Pemerintah RI ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)," tambah dia.
Melalui Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto berulang kali mempersilakan HTI untuk melawan pembubaran itu melalui pengadilan. Tapi, dengan lambatnya Kemenkumham menyerahkan SK itu, kata Yusril, telah membuat HTI tertunda untuk melakukan perlawanan ke pengadilan.