Jumat 04 Aug 2017 09:51 WIB

Jakarta tak Bisa Terus Bergantung pada Bantargebang

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani/ Red: Andi Nur Aminah
Pekerja di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Bekasi.
Foto: Antara
Pekerja di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Bekasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Provinsi DKI Jakarta (Kadis LH Pemprov DKI Jakarta) Isnawa Adji mengatakan ibu kota tidak bisa terus bergantung pada TPS Bantargebang. Sebab Jakarta sangat rentan terhadap distribusi pembuangan sampah ke TPS Bantargebang, misalnya penghadangan.

Untuk itu, Jakarta harus memiliki pengelolaan sampah berskala internasional yang ramah lingkungan dan memang berkualitas. Isnawa berharap Jakarta dapat menyontoh negara-negara maju seperti Singapura, Jepang, Denmark, ataupun Swedia. "Kita harus menjadi kota yang mandiri dalam pengelolaan sampah," ujar Isnawa di Balai Kota, Kamis (3/8).

Dalam skala mikro, Isnawa menuturkan, Dinas LH tetap akan mengedukasi warga Jakarta agar terbiasa melakukan pemilahan sampah. Minimal memilah antara sampah basah dan sampah kering di rumah.

Isnawa mengimbau sampah kering dapat diolah di pengelolaan bank sampah skala komunitas. Bank sampah ini bisa dibangun di tiap RT, sekolah, dan kantor-kantor.

Saat ini, sambung Isnawa, sudah ada sekitar 480 bank sampah di DKI Jakarta. Salah satunya, Malaksari, Rawajati, dan Sanora di Semper. "Bank sampah ini bagian dari mengedukasi warga dan merangkul karang taruna, PKK, bahkan ada beberapa masjid dan mushala yang mengajak lingkungan sekitarnya membangun (bank sampah). Ini langkah-langkah yang baik " katanya.

Saat ini, bank sampah kemungkinan baru mengurangi sampah sebesar dua persen dari 7.000 ton per hari. "Nah ini setidaknya kita tidak lihat volumenya sementara, tapi belajar mengedukasi warga. Mereka sudah peduli sama sampahnya sudah lebih baik lagi. Artinya mereka peduli sampahnya, peduli buangan limbahnya, dan itu akan belajar memberikan edukasi pada warga untuk peduli pada sampah," ujarnya.

Sisi lain, Isnawa mengatakan sampah-sampah yang masuk ke bank sampah ada tingkatannya. Ada istilahnya 'gabrugan'. Gabrukan merupakan satu kantong plastik besar berisi sampah bekas laundry, kardus, kertas, dan koran.

"Jadi timbangannya murah cuma berapa ribu per kilo. Lalu, misal mengumpulkan plastik-plastik botol mineral, sealnya dibuang, dikumpulin lagi lalu dipilah. Itu tingkatannya mulai mahal, dibelinya lebih mahal biasa oleh pemulung dan lain-lain, " katanya.

Kemudian, Isnawa menuturkan, jika para pengumpul memiliki mesin pencacah plastik, maka harga sampah plastik menjadi lebih mahal lagi. Sebab, mereka akan mencacah sampah plastik sesuai jenisnya.

"Biasanya bank sampah yang kasnya tinggi itu mereka sudah melangkahnya ke level yang sudah mencacah sendiri, jadi harga jualnya lebih mahal ketimbang gabrukan," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement