Jumat 04 Aug 2017 15:09 WIB

KPK Harap Pers Investigasi Gaya Hidup Pejabat

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata memberikan keterangan kepada awak media terkait penetapan tersangka baru kasus dugaan korupsi KTP-El di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (23/3).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata memberikan keterangan kepada awak media terkait penetapan tersangka baru kasus dugaan korupsi KTP-El di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (23/3).

REPUBLIKA.CO.ID, PALU -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengharapkan pers melakukan peliputan investigasi gaya hidup pejabat. Ini  sebagai bentuk kontrol untuk membantu lembaga tersebut memberantas korupsi.

"Saya sampaikan kepada teman-teman pers agar jangan hanya memuat berita atau peliput tentang operasi tangkap tangan (OTT), tetapi coba melakukan investigasi gaya hidup pejabat (lifestyle)," ungkap Pimpinan KPK Alexander Marwata saat melakukan kunjungan kerja di Kota Palu, Sulawesi Tengah, Jumat (4/8).

Alexander Marwata mengatakan investigasi gaya hidup pejabat penyelenggara pemerintahan untuk mengetahui pola hidup pejabat. Ia menyebut pejabat penyelenggara pemerintahan jika diawasi atau dipantau secara rutin gaya hidup-nya, tentu akan merasa tidak nyaman.

"Lifestyle cek untuk mengetahui keseharian pejabat, yang ketika diawasi maka tentu akan tidak nyaman," ujarnya.

Ia mengatakan pemberantasan korupsi harus dimulai dengan membiasakan gaya dan pola hidup yang baik dan benar oleh setiap individu. Sejauh ini, dia mengakui, kegiatan pencegahan korupsi yang dilakukan oleh KPK belum memberikan dampak yang sangat signifikan.

"Kegiatan-kegiatan pencegahan korupsi telah dilakukan, misalkan membangun komitmen dengan pemerintah daerah bahkan menandatangani nota kesepahaman antikorupsi untuk tata kelola pemerintahan yang baik. Namun, itu belum memberikan dampak yang signifikan. Parahnya lagi pejabat yang membuat komitmen justru malah terlibat korupsi dan di OTT," terangnya.

Dia juga mengatakan sejauh ini kepatuhan pejabat legislatif, eksekutif, yudikatif untuk pelaporan kekayaan belum maksimal atau masih rendah. "Nah, KPK mendorong semua pejabat penyelenggara pemerintahan untuk memiliki unit LHKPN," katanya.

***2***

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement