REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Panitia Khusus Hak Angket DPR terkait Tugas dan Wewenang KPK menemukan empat poin krusial mengenai kinerja lembaga pemberantasan korupsi tersebut tata kelola kelembagaan, sumber daya manusia, proses peradilan pidana dan tata kelola anggaran.
"Dalam tata kelola kelembagaan, sebagai lembaga yang khusus melakukan penindakan dan pencegahan tipikor, operasional penanganan perkara yang ditangani KPK lebih besar dari Kepolisian dan Kejaksaan namun uang negara yang mampu dikembalikan tidak begitu signifikan," kata Wakil Ketua Pansus Angket Masinton Pasaribu di Jakarta, Senin (21/8).
Masinton menilai kinerja KPK dalam penanganan perkara korupsi masih jauh dari harapan karena terlalu mengandalkan teknologi penyadapan untuk melakukan operasi tangkap tangan (OTT). Hal itu menurut dia mengakibatkan banyak perkara besar dengan kerugian negara yang sangat besar tidak bisa ditangani KPK dengan cepat seperti kasus Pelindo II dan Bank Century.
"KPK lebih terlihat berjalan sendiri sehingga fungsi pokok dan utama sebagai 'triger mechanism' terhadap penegak hukum lainnya tidak dilaksanakan secara maksimal dalam melakukan supervisi dan koordinasi seperti bertindak diluar kewenangannya. Misalnya kasus pengambilalihan peran LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) dalam memberikan perlindungan saksi dan korban," ujarnya.
Politisi PDI Perjuangan itu menjelaskan terkait tata kelola SDM, ada empat pegawai KPK yang tidak dipensiunkan meskipun sudah capai batas usia pensium, dan itu melanggar PP Nomor 63 tahun 2005 tentang Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia KPK.
Dia juga mengatakan ada 29 pegawa ataupun penyidik KPK yang diangkat sebagai pegawai tetap namun belum diberhentikan dan mendapat persetujuan tertulis dari instansi asalnya. "Dalam hal ini, BPKmengekeluarkan opini berkaitan dengan ketiadaan standar baik untuk pengadaan barang maupun kompetensi SDM KPK," katanya.
Dalam konteks peradilan pidana, Masinton menjelaskan dalam melaksanakan tugasnya, KPK cenderung bertindak melanggar pengelolaan informasi yang berkaitan dengan kasus atau perkara yang ditanganinya. Dia mencontohkan bocornya berita acara pemeriksaan (BAP) yang seharusnya dilindungi tapi sering dibocorkan sehingga menimbulkan ekses terjadi peradilan opini terhadap nama-nama yang disebut.
"KPK juga bertindak diluar aturan KUHAP seperti orang yang diperiksa tidak boleh didampingi pengacara. Pelanggaran penyebutan orang-orang yang berperkara di KPK baik statusnya sebagai terperiksa, saksi, maupun yang sudah jadi tersangka,diumbar ke publik, ini bertentangan azas praduga tak bersalah," katanya.
Anggota Komisi III DPR itu menjelaskan terkait anggaran KPK, berdasarkan temuan BPK ada beberapa hal yang tidak sesuai aturan perundang-undangan. Dia menjelaskan ada temuan pegawai KPK diberikan gaji ganda, ada juga belanja barang, pembayaran perjalanan dinas, kegiatan perjalanan dinas, pembangunan gedung KPK, KPK miliki rumah aman yang tidak ada dalam UU.