Selasa 22 Aug 2017 23:20 WIB

KPK Hanya Penuhi Undangan Komisi III

Ketua KPK Agus Rahardjo meberikan keterangan pers terkait operasi tangkap tangan (OTT) di PN Jaksel di gedung KPK, Jakarta, Selasa (22/8).
Foto: Republika/Prayogi
Ketua KPK Agus Rahardjo meberikan keterangan pers terkait operasi tangkap tangan (OTT) di PN Jaksel di gedung KPK, Jakarta, Selasa (22/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — KPK hanya akan memenuhi undangan Komisi III DPR sebagai mitra kerja dan bukan panggilan panitia khusus (pansus) DPR. 

“Kami kan hubungannya dengan komisi III sementara kalau dengan pansus kan kami menunggu putusannya MK (Mahkamah Konsitusi) bagaimana, kalau Komisi III yang mengundang kita datang, kan partner-nya KPK," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di gedung KPK, Selasa (22/8). 

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah sebelumnya mengatakan pimpinan DPR telah menerima surat dari pimpinan Pansus hak angket KPK untuk mengirimkan surat pemanggilan kepada para pimpinan KPK agar menghadiri rapat Pansus Angket. Pemanggilan pimpinan KPK itu sifatnya klarifikasi terhadap berbagai temuan yang diperoleh Pansus Angket selama kerjanya. Pansus mengaku setidaknya ada 11 temuan yang didapatkan dari sejumlah laporan, penerimaan aspirasi, pemeriksaan saksi-saksi, wawancara terekam dan sebagainya.

Bila ada perbedaan keterangan antara pimpinan KPK dengan pendapat saksi yang pernah dihadirkan Pansus, bisa saja dikonfrontir. Pemanggilan itu menurut Fahri sesuai UU No 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD menyebutkan bahwa siapapun yang dipanggil dalam Pansus Angket harus datang memenuhi panggilan.

Ada enam (6) fraksi yang mengirimkan anggotanya dalam pansus hak angket KPK yaitu Fraksi PDI-Perjuangan, Fraksi Golkar, Fraksi Hanura, Fraksi PPP dan Fraksi PAN dan Fraksi Nasdem. Ketua pansus hak angket adalah Agun Gunanjar yang juga disebut dalam dakwaan korupsi KTP-E. Dalam dakwan Agung Gunandar Sudarsa selaku anggota Komisi II dan Badan Anggaran DPR RI menerima sejumlah 1 juta dolar AS.

Usulan hak angket ini tercetus saat KPK melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III pada Rabu (19/4) dini hari karena KPK menolak untuk membuka rekaman pemeriksaan mantan anggota Komisi II dari fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani di luar persidangan terkait kasus KTP Elektronik (KTP-E).

Pada sidang dugaan korupsi KTP-E pada 30 Maret 2017, penyidik KPK yang menangani kasus tersebut yaitu Novel Baswedan mengatakan bahwa Miryam ditekan oleh sejumlah anggota Komisi III untuk tidak mengakui fakta-fakta menerima dan membagikan uang dalam penganggaran KTP-E.

Nama-nama anggota Komisi III itu menurut Novel adalah Ketua Komisi III dari fraksi Golkar Bambang Soesatyo, Wakil Ketua Komisi III dari fraksi Gerindra Desmond Junaidi Mahesa, anggota Komisi III dari Fraksi Partai Hanura, Sarifuddin Suding, anggota Komisi III dari Fraksi PDI-Perjuangan Masinton Pasaribu dan satu orang lagi yang Novel lupa Novel namanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement