Sabtu 02 Sep 2017 12:21 WIB

Trump dan Moon Jae-in Sepakat Tekan Korut

Rep: Puti Almas/ Red: Esthi Maharani
Uji coba peluncuran rudal jarak jauh Hwasong-12 di Pyongyang, Korea Utara (ilustrasi).
Foto: AP
Uji coba peluncuran rudal jarak jauh Hwasong-12 di Pyongyang, Korea Utara (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in sepakat akan kembali meningkatkan tekanan diplomatik dan ekonomi terhadap Korea Utara (Korut). Kedua pemimpin negara mengadakan pembicaraan mengenai hal ini pada Jumat (1/9).

Moon Jae-in juga mengatakan pembicaraan keduanya mengenai persiapan pertahanan negara dalam menghadapi ancaman nuklir Korut. Ia menuturkan bahwa Trump memberi persetujuan atas pembelian sejumlah peralatan militer AS yang bernilai hingga miliaran dolar.

Korut mendatangkan ancaman nuklir terbaru dengan kembali meluncurkan uji coba rudal pada 28 Agustus lalu. Peluncuran ini dianggap jauh lebih serius, dengan rudal yang menemph jarak hingga 2700 kilometer dan melewati Pulau Hokkaido, Jepang.

Dalam satu bulan terakhir, Korut telah mengklaim kemajuan teknologi rudal yang negara itu miliki. Beberapa uji coba senjata yang terbaru dilakukan dan salah satunya yang dinilai sebagai ancaman besar adalah rudal yang mereka sebut sebagai Hwasong-14.

Rudal jenis ini pertama kali diuji coba pada 4 Juli lalu. Senjata ini  dikatakan mampu membawa hulu ledak nuklir besar dan menjangkau daratan AS, khususnya wilayah Alaska. Kemudian, dalam uji coba terbaru Hwasong-14 pada 28 Juli lalu, rudal memiliki jangkauan dan kekuatan yang lebih tinggi. Rudal mencapai ketinggian 2314,6 dan terbang sejauh 620 mil hingga akhirnya mendarat di perairan pantai timur Semenanjung Korea.

Ketegangan antara Korut dan AS juga telah terjadi dalam beberapa waktu terakhir. Ancaman program nuklir Korut sebelumnya diperingatkan oleh Presiden AS Donald Trump dapat dibalas dengan tindakan keras berupa aksi militer. Baru-baru ini, ia juga mengatakan hendak membalas negara yang dipimpin oleh Kim Jong-un itu dengan melepaskan api dan kemarahan.

Selama ini, Korut mengatakan pengembangan program nuklir merupakan alat pertahanan utama. Namun, sejumlah negara di kawasan Semenanjung Korea, khususnya Korsel dan Jepang juga merasa khawatir karena menjadi ancaman utama serangan rudal dan senjata berbahaya lainnya.

Korsel dan Korut secara teknis juga masih berperang setelah perang Korea berakhir dengan perjanjian gencatan senjata dan bukan berupa perdamaian pada 1950-1953. Setelah masa itu, Korut kerap melontarkan ancaman terhadap Korsel dan sekutu utama negara itu, AS dengan program nuklir mereka.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement