Selasa 05 Sep 2017 14:52 WIB

Apa Tujuan Kim Jong-un Tebar Ancaman Rudal?

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Nur Aini
Foto rilis dari pemerintah Korea Utara menggambarkan Kim Jong Un meninjau percobaan rudal balistik jarak jauh  Hwasong-12 (Mars-12) diluncurkan militer Korea UtaraKC
Foto: KCNA/Reuters
Foto rilis dari pemerintah Korea Utara menggambarkan Kim Jong Un meninjau percobaan rudal balistik jarak jauh Hwasong-12 (Mars-12) diluncurkan militer Korea UtaraKC

REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG -- Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un memiliki daftar panjang tuntutan terhadap masyarakat internasional. Namun tujuan utamanya masih sama seperti tujuan ayah dan kakeknya yang belum tercapai, yaitu reunifikasi Semenanjung Korea di bawah filsafat ideologis Korea Utara.

Pada 1950, kakeknya, Kim Il-sung, mencoba merebut tanah yang akan memberinya kontrol atas bagian selatan semenanjung. Akan tetapi pasukannya ditolak oleh pasukan PBB setelah sebelumnya terlibat konflik selama tiga tahun dengan Korea Selatan.

Kegagalan ofensif tersebut masih menyakiti hati Kim Jong-un, sebagai anggota baru dari klan Kim yang mewarisi kepemimpinan di Korea Utara. Meski demikian, Hingga saat ini anak-anak di Korea Utara masih diajari bahwa "Perang Pembebasan Tanah" dimulai oleh Korea Selatan dan berakhir dengan kemenangan gemilang bagi Pyongyang.

Kim mulai melakukan ''pemberontakan'' baru-baru ini dengan melepaskan sebuah rudal balistik di atas wilayah Jepang dan melakukan uji coba nuklir keenam. Hal ini menunjukkan diktator muda tersebut percaya waktunya telah tiba untuk menggapai tujuan utama negaranya. "Selama bertahun-tahun, ambisi utama Korea Utara adalah untuk memastikan kelangsungan hidup rezim," kata Daniel Pinkston, seorang Profesor hubungan internasional di kampus Universitas Troy di Seoul, dikutip The Telegraph.

Menurutnya, ancaman senjata nuklir dan uji coba rudal balistik antarbenua dilakukan Kim untuk membuktikan kemampuannya. Hal tersebut juga memungkinkan Pyongyang untuk mengeluarkan lebih banyak tuntutan terhadap dunia. "Mereka ingin diakui sebagai negara bersenjata nuklir terhebat dan mendapatkan rasa hormat yang mereka yakini sepadan dengan itu. Mereka juga ingin agar sanksi terhadap rezim segera dicabut," ungkap Pinkston.

"Selain itu, mereka ingin mengatur ulang arsitektur keamanan saat ini, termasuk aliansi Washington di kawasan ini. Dan akhirnya mereka ingin menyingkirkan kehadiran militer AS dari Asia timur," katanya. "Tapi, akhirnya, Korea Utara ingin semenanjung itu disatukan sesuai dengan filsafat Pyongyang dan dapat diakui sebagai satu-satunya negara Korea yang sah," ujar Pinkston.

Stephen Nagy, seorang profesor hubungan internasional di Universitas Kristen Internasional Tokyo, mengatakan Pyongyang juga sangat membutuhkan pengakuan dari Washington. Negara ini akan berusaha memaksa AS menuju meja perundingan untuk sebuah perjanjian damai yang akan menggantikan perjanjian gencatan senjata yang ditandatangani di akhir Perang Korea pada 1953.

Tampaknya tidak mungkin AS akan mempertimbangkan perudingan tersebut karena Pyongyang dianggap tidak dapat memenuhi persyaratan dan tuntutan yang diminta Washington serta negara-negara PBB lainnya. Ada juga kekhawatiran pertemuan semacam itu akan digunakan sebagai kudeta propaganda untuk Korea Utara.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement