Sabtu 09 Sep 2017 12:41 WIB

PKS Ingin ASEAN Gelar KTT Darurat Terkait Rohingya

Ketua Umum PKS, Sohibul Iman
Foto: ROL/Wisnu Aji Prasetiyo
Ketua Umum PKS, Sohibul Iman

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menginginkan ASEAN segera menggelar Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) darurat membahas permasalahan kekerasan dan penderitaan etnis Rohingya di Myanmar. "Kami harap Pak Jokowi bisa mengambil inisiatif, melakukan hotline kepada seluruh kepala negara di ASEAN untuk mengajak segera digelar KTT Darurat ASEAN. Jika perlu Indonesia bisa bertindak sebagai tuan rumah," kata Presiden PKS Mohamad Sohibul Iman dalam rilis, Sabtu (9/9).

Menurut dia, masyarakat dunia hampir hilang kesabaran menunggu aksi nyata dari peraih Nobel Perdamaian, Aung San Suu Kyi terkait etnis Rohingya. Hal tersebut, lanjutnya, mengingat pernyataan Suu Kyi belum lama ini tidak secara jelas menyinggung keselamatan bagi warga Rohingya.

"Hingga hari ini kami masih mendapatkan kabar bahwa pembakaran rumah-rumah warga Rohingya masih berlangsung, korban jiwa juga masih berjatuhan, ini sangat menyedihkan karena telah berlangsung lebih dari dua pekan dan tidak ada tindakan nyata dari Pemerintah Myanmar," jelasnya.

Presiden PKS mengapresiasi dan mendukung langkah diplomasi Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi. Menurut dia, hal itu patut diapresiasi dan didukung. Namun dia mengingatkan perlunya ada jangka waktu untuk bisa dievaluasi terkait seberapa jauh tindak kekerasan dapat dihentikan.

Dia berpendapat jika dalam waktu dekat tindak kekerasan masih tetap berlangsung maka langkah lanjutan yang lebih kuat agar pemerintah Myanmar memahami konsekuensi sangat berat jika tidak segera menghentikan kekerasan. Sohibul Iman menjelaskan PKS melalui Crisis Center for Rohingya (CC4R) saat ini secara intensif terus melakukan kajian dan evaluasi terhadap perkembangan situasi di Rohingya.

Sebagaimana diwartakan, dalam mengatasi konflik Rohingya, ASEAN terbelenggu prinsip nonintervensi untuk bertindak lebih jauh dalam mengatasi krisis kemanusiaan di Myanmar. Prinsip ini mengatakan ASEAN termasuk anggota-anggotanya tidak boleh melakukan intervensi terhadap masalah internal yang dihadapi oleh salah satu negara anggota.

Wakil Koordinator Kontras Puri Kencana Putri mengatakan ASEAN terjebak pada semangat komunal nonintervensi yang menghambat organisasi regional di wilayah Asia Tenggara tersebut mendorong perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia. Prinsip nonintervensi, lanjut dia, tercantum dalam Piagam ASEAN tahun 1967 memberikan pembenaran kepada pada negara anggota ASEAN untuk tidak ikut campur urusan internal negara masing-masing.

Ada empat prinsip utama ASEAN, yaitu: pertama, penyelesaian masalah dengan cara damai; kedua, penghindaran penggunaan kekuatan bersenjata; ketiga, prinsip noninterference; keempat, pembuatan kebijakan secara konsensus. Keempat prinsip ini kemudian diletakkan secara lebih terstruktur pada Declaration of ASEAN Concord II (Bali Concord II) pada tahun 2003. Selanjutnya, lewat ASEAN Charter pada tahun 2008.

ASEAN tidak hanya membantu pengungsi Rohingya dengan bantuan pangan ataupun logistik, tetapi juga mendorong pemerintah Myanmar untuk melindungi dan memenuhi hak asasi manusia komunitas Rohingya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement