REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Presiden Joko Widodo dikhawatirkan bisa tersandera dengan adanya Presidential Threshold (PT) yang diatur dalam Pemilu yang telah ditandatanganinya bulan lalu. PT atau syarat partai/gabungan partai bisa mengajukan capres-cawapres harus mengantongi 20 kursi di DPR atau 25 persen suara nasional akan mempersulitnya untuk bisa maju pada Pilpres 2019 mendatang.
Pasalnya, tak ada satu pun partai yang memenuhi ambang batas tersebut. PDI Perjuangan sebagai pemenang Pemilu 2014 misalnya hanya memperoleh suara 23.681.471 suara (18,95 persen) atau 109 kursi di DPR (19,4 persen). "Sebenarnya dengan adanya presidential threshold ini dia mudah disandera. Karena dia bukan petinggi partai. Yang pastinya dia akan menunggu. Sampai hari ini pun partai asal dia, PDIP belum mengajukan sama sekali. Jadi dia bisa disandera," kata pengamat politik Hendri Satrio seperti dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Rabu (13/9).
Jokowi, dia menilai, harus bersedia untuk bernegosiasi atau mengikuti keinginan partai-partai politik agar bisa diusung. Hal ini membuatnya tersandera kalau terpilih nanti. "Kan sekarang aja sudah tersandera. Kabinet yang kata dia ramping jadi gendut juga," ujarnya.
Dia mengakui Jokowi percaya diri. Karena posisinya sebagai incumbent. Dengan demikian partai-partai akan merapat. Namun, Hendri menyarankan Jokowi untuk menelaah kembali aturan presidential threshold tersebut. Karena bisa saja itu menjadi alat bagi partai-partai besar untuk menjebaknya.
"Sekarang kan partai-partai kecil saja yang solid mendukung Jokowi. Karena ingin mendapatkan 'kue' dengan cara mudah. Tapi kita akan lihat, pastinya Jokowi akan mempelajari ke depannya ini arahnya akan ke mana," papar Dosen Universitas Paramadina ini.
Lebih jauh dia menjelaskan, sebenarnya Jokowi lebih diuntungkan kalau tidak ada PT, artinya setiap partai politik peserta Pemilu 2019 bisa mengajukan capres-cawapres. Pertama, Jokowi bisa diajukan partai mana saja. Tanpa harus mengumpulkan partai-partai agar bisa memenuhui 20-25 persen.
Kedua, dengan tiadanya PT akan semakin banyak capres. Menurut Hendri, hal itu akan menguntungkan Jokowi. Mengingat elektabilitasnya saat ini tertinggi.