REPUBLIKA.CO.ID, Sesuai komitmen hasil Muktamar Muhammadiyah ke-47 di Makassar pada 2015 lalu, ekonomi jadi pilar utama dakwah Muhammadiyah. Penguatan pilar ekonomi melalui usaha yang digerakkan Muhammadiyah dan warga Muhammadiyah tak semata mencari laba, tapi juga berdampak positif bagi umat dan bangsa.
Wakil Ketua Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan PP Muhammadiyah Ahmad Syauqi Soeratno menjelaskan, Muktamar Muhammadiyah ke-47 pada 2015 di Makassar melahirkan komitmen untuk memajukan ekonomi persyarikatan sebagai pilar ketiga dakwah Muhammadiyah. Merespons itu, Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan (MEK) membuat beberapa program.
MEK tidak beranjak dari nol, sebab sudah ada Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) dan badan usaha yang bergerak.
AUM sendiri, menurut Ahmad, yang juga wakil ketua Komite Pengarah Rakernas MEK dan Silaturahim Nasional JSM III, merupakan lembaga bersifat sosial, di mana MEK bekerja sama dengan majelis-majelis terkait dalam Muhammadiyah untuk pengembangannya. Misi utamanya untuk menggali dan mengembangkan tiap AUM.
Disebutkan, ada pula badan usaha punya Muhammadiyah (BUMM) serta perseroan terbatas di beberapa daerah yang juga memiliki AUM. Untuk BUMM, MEK sudah menyusun pedoman BUMM dan telah disosialisasikan pada 2017. Pedoman ini dibuta, lanjut dia, agar pengelolaan BUMM berbentuk PT bisa dikelola sesuai visi Muhammadiyah dengan mengakomodasi tata kelola perusahaan yang baik. Di dalamnya diatur kewenangan komisaris dan direksi, pemegang saham, pengelolaan keuangan, dan sebagainya.
Di luar itu, MEK mengembangan pula amanat semangat wirausaha di lingkungan Muhammadiyah. Salah satunya melalui inisiasi Jaringan Saudagar Muhammadiyah (JSM) yang berisi wirausahawan Muhammadiyah di berbagai wilayah.
Silaturahim Nasional JSM III di Bandung ini, kata Syauqi, mengusung semangat mengembangkan kewirausahaan, memperkuat bisnis para saudagar, dan membangun jaringan yang solid di antara pengusaha Muhammadiyah untuk memaksimalkan potensi ekonomi di lingkungan Muhammadiyah. Selain juga untuk memberi kontribusi konkret bagi perekonomian bangsa.
BUMM adalah badan usaha yang sebagain atau seluruh sahamnya milik persyarikatan Muhammadiyah. Namun, meski badan usaha, BUMM tidak hanya mencari untung komersial, tapi juga memberi manfaat luas dan berkesinambungan bagi ekonomi persyarikatan dan bangsa.
Sektor usaha BUMM juga beragam mulai dari percetakan, alat kesehatan, properti, agro, dan banyak lagi. ''Ini masih tumbuh, karena permintaan untuk membuat BUMM terus muncul,'' kata Syauqi, Rabu (13/9).
Dalam Silaknas III JSM akan ada delapan hingga sembilan klaster usaha sebagai medium para saudagar saling bertemu dan sinergi untuk menajamkan inti bisnis mereka. ''Dalam bisnis, seorang wirausahwan bisa jadi tidak hanya punya satu jenis usaha saja, bisa berkembang ke sektor lain,'' ucap Syauqi.
Berbeda dengan BUMM, para saudagar di JSM lebih banyak berkiprah di bisnis dengan minat dan potensi masing-masing. Dari sisi aset, JSM mengakomodasi usaha dari level UMKM sampai korporasi. Karena ini berangkat dari potensi masing-masing, MEK berharap mereka berjejaring dan saling sinergi.
Dalam dua kali Silaknas JSM sebelumnya, jumlah saudagar yang hadir meningkat dari 500 orang di Silaknas I di Surabaya menjadi lebih dari 800 orang dalam Silaknas II di Yogyakarta.
Dengan semangat menumbukan kewirausahaan, tiga tahun belakangan ada JSM daerah aktif berkegiatan, seperti mengajak kerja sama anggota lain atau membuat forum ekonomi. MEK bisa menjadi fasilitator agar semangat membangun ekonomi ini berjalan.
Disebutkan, dengan jalur berbeda, tantangan usaha yang dihadapi di BUMM dan JSM juga berbeda. BUMM lebih banyak berkaitan dengan kelembagaan, sehingga tantangannya ada pada konsolidasi dan sinkronisasi potensi di persyarikatan di masing-masing level.
Di sisi SDM, Syauqi bersyukur BUMM tidak kekurangan. Di sisi keuangan, Muhammadiyah sedang melakukan konsolidasi dan urun keuangan (financial sourcing) yang berkaitan dengan persyarikatan.
Pada tingkat saudagar, tantangan umummya seperti tantangan yang dihadapi pebisnis pemula. Misalnya pada tingkat UKM, tantangannya adalah bagaimana mengakses pasar, SDM, menjamin kualitas, atau permodalan. Karena itu,MEK PP Muhammadiyah meminta MEK wilayah untuk membantu mereka melalui forum dan berbagi pengalaman.
Saudagar yang sudah punya usaha pada skala korporasi tentu punya tantangan berbeda, seperti keberlanjutan atau inovasi produk. ''Ini semua harus berjalan secara sinkron. Forum Silaturahim SJM kami maksimalkan untuk itu,'' kata Syauqi.
Meski JSM fokus maksimalkan potensi internal, prinsipnya Muhammadiyah berbisnis dengan visi membangun ekonomi persyarikatan dan warga Muhammadiyah. Selama mitra usaha sejalan dengan visi dan nilai-nilai Muhammadiyah, maka peluang bekerja sama selalu terbuka. ''Sejauh itu menjanjikan dan memberi manfaat bagi warga Muhammadiyah, silakan,'' ucap Syauqi.
Mengingat Muhammadiyah adalah organisasi keumatan, dalam aturannya BUMM punya kewajiban layanan publik (PSO) atau tanggung jawab sosial korporasi (CSR) untuk melayani umat. Ini pun berlaku bagi BUMM yang sudah sehat dan menghasilkan profit.
Untuk para saudagar, MEK punya imbauan agar mereka berkontribusi bagi masyarakat sekitar dalam kegiatan ekonomi produktif. Pelayanan umat oleh BUMM maupun saudagar ini tidak harus berupa uang, tapi bisa dalam bentuk lain yang dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.