REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Ketua Umum Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Drs Nurul Falah Eddy Pariang, Apt meminta apoteker tak hanya sekedar meracik obat namun juga ikut berperan dalam mencegah peredaran obat palsu maupun jual beli obat secara bebas tanpa resep dokter.
"Jadilah Apoteker praktik bertanggung jawab. Meski Universitas Surabaya kemarin meluluskan 98,6 persen, bagi kami yang paling penting adalah 'impact' setelah lulus. Praktik farmasi dengan baik sehingga masyarakat merasakan manfaatnya apoteker," kata Nurul Falah saat menjadi pembicara dalam kuliah tamu bertema "Perkembangan Profesi Kefarmasian di Indonesia" di Universitas Surabaya (Ubaya), Selasa (26/9).
Nurul Falah mengatakan saat ini di Indonesia jumlah apoteker yang teregistrasi hampir 70 ribu orang, jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tenaga apoteker di Indonesia. Berdasarkan Permenkes Tahun 2016, pada dasarnya layanan kefarmasian dilakukan sepanjang ada apoteker di tempat tersebut.
"Kalau tidak ada apoteker, itu berarti tutup atau tidak menerima penjualan obat," katanya.
Selain itu, Kementerian Kesehatan menginginkan adanya law enforcement bagi apoteker yang melanggar disiplin. Atau, jika ada obat kualitas rendah yang masuk bisa dikenai sanksi, mulai dari pemberian surat peringatan hingga dicabut STR-nya (Surat Tanda Registrasi).
Jadi, lanjut dia bagi pasien yang ingin membeli obat di apotek atau layanan farmasi, sebaiknya cek dahulu keberadaan apoteker. Apoteker, sesuai Permenkes No 9 Tahun 2017, harus memasang papan nama praktiknya. Dan IAI mengatur, apoteker mengenakan jas berwarna putih kekuningan atau putih gading yang tertera tulisan Apoteker di dadanya.
"Ada dua pelanggaran yakni pelanggaran disiplin dan pelanggaran etik. Sanksi paling ringan itu sanksi administrasi dan paling berat itu dicabut STR-nya," ujar dia.
Di samping itu, lanjut Nurul Falah peredaran atau jual beli obat keras yang dilakukan bebas di apotek juga menjadi tanggung jawab apoteker. Meskipun apotek merupakan milik investor, namun menurut Nurul, surat izin apotek mengatasnamakan apoteker.
"Seperti masalah peredaran pil PCC itu apoteker kami sama sekali tidak pernah terlibat dalam peredarannya yang ilegal. Seharusnya apoteker bisa mencegah terjadinya penjualan obat secara bebas. Sebab, obat merupakan komoditi khusus kesehatan, bukan barang yang bisa diperjualbelikan secara biasa," tuturnya.
Apoteker juga harus sesuai dengan peraturan yang berlaku dengan standar pelayanan kefarmasian. Untuk itu masyarakat diminta jika mendapatkan obat dari tempat apotek yang legal.
"Gunakan obat yang sesuai indikasi medis. Dan kami minta masyarakat jangan membuang obat sembarang agar tidak disalahgunakan," kata dia.