REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyerahkan tiga bukti tambahan dalam lanjutan sidang praperadilan yang diajukan Setya Novanto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (27/9).
"Kami hari ini memberikan bukti tambahan berupa dokumen surat yang ada intinya menunjukan adanya beberapa 'traffic' komunikasi atau penjelasan terkait dengan peran dan kedudukan yang bersangkutan," kata Kepala Biro Hukum KPK Setiadi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (27/9).
Selanjutnya, kata dia, ada juga bukti tambahan berupa Berita Cara Pemeriksaan (BAP) para saksi yang telah diperiksa oleh KPK dalam proses pemeriksaan dengan tersangka lain terkait dengan penetapan tersangka terhadap Setya Novanto.
"Ketiga, karena bukti yang kami ajukan terkait dokumen hasil dari sistem dan aplikasi tentang proses bisnis KTP-el maka kami hadirkan saksi ahli dari UI yang akan menjelaskan bagaimana dari proses dari KTP-e akan disusun dan dibuat. Sistemnya bagaimana, elektroniknya bagaimana disusun," tutur Setiadi.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui Hakum Tunggal Cepi Iskandar menggelar sidang lanjutan praperadilan Setya Novanto dengan agenda mendengarakan keterangan ahli dari pihak termohon dalam hal ini KPK.
Adapun ahli-ahli yang dihadirkan KPK antara lain Ahli Sistem Komputer dan Teknologi Informasi dari Universitas Indonesia (UI) Bob Hardian, ahli hukum pidana Noor Aziz Said, ahli administrasi negara dari Universitas Andalas Feri Amsari, dan ahli hukum acara pidana Adnan Paslyadja.
KPK telah menetapkan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-el) tahun 2011-2012 pada Kemendagri pada 17 Juli 2017.
Setya Novanto diduga dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena kedudukannya atau jabatannya sehingga diduga mengakibatkan kerugian negara sekurang-kurangnya Rp 2,3 triliun dari nilai paket pengadaan sekitar Rp 5,9 triliun dalam paket pengadaan KTP-el pada Kemendagri.
Setya Novanto disangka melanggar pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.