Jumat 29 Sep 2017 16:00 WIB

Swedia dan Gelombang Migran Timur Tengah

Rep: c38/ Red: Agung Sasongko
Muslim Swedia
Foto: World Bulletin
Muslim Swedia

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Sejak dibuka pada 2000, jembatan Oresund yang menghubungkan Swedia dan Denmark telah menjadi simbol menjulang bagi integrasi masyarakat Eropa.

Masyarakat antarnegara bebas melintas tanpa pemeriksaan. Pada awal pekan ini, simbol itu seolah runtuh. Untuk pertama kalinya dalam setengah abad, Swedia mulai memberlakukan aturan ketat untuk membatasi gelombang migran.

Setahun penuh kejutan gelombang migrasi dan terorisme telah menciptakan perkembangan signifikan di Eropa. Pos-pos pemeriksaan muncul di sisi jembatan sepanjang delapan kilometer itu. Para petugas menelisik dokumen tiap-tiap pendatang.

Dilansir dari Associated Press, migran tanpa identitas resmi tidak diizinkan masuk. "Kita akan memutar kembali waktu," kata Andreas Onnerfors, seorang profesor sejarah yang tinggal di Lund, Swedia.

Kendati tidak semua migran asal Suriah dan Timur Tengah memeluk Islam, perbincangan soal migran tentu tak lepas dari identitas Muslim. Islamofobia yang menguat di Barat adalah perpaduan antara ketakutan terhadap Islam dan migran.

Tahun lalu, Swedia tiba-tiba harus menghadapi lebih dari 160 ribu pencari suaka, terutama dari Suriah, Irak, dan Afghanistan. Sebelum Swedia, langkah pembatasan sudah lebih dulu dilakukan oleh Hungaria, Slovakia, Kroasia, dan beberapa negara lain.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement