Ahad 08 Oct 2017 23:34 WIB

Korup Peradilan, Pengamat: KY dan MA Sudah tak Mampu Deteksi

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Endro Yuwanto
Gedung Komisi Yudisial
Foto: Tahta Aidilla/Republika
Gedung Komisi Yudisial

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Pengamat Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai sistem pengawasan internal dan juga pengawasan oleh Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY), sudah tidak bisa mendeteksi dan bekerja dengan baik terhadap mental korup yang ada di lingkungan lembaga peradilan.

"Sistem pengawasan internal, bahkan yang juga dilakukan KY sudah tidak bisa mendeteksi dan bekerja dengan baik, karena kejadian terus berulang," kata Fickar melalui pesan elektronik, Ahad (8/10).

Namun, Fickar meyakini masih ada langkah yang bisa dilakukan. Menurut dia, upaya minimal yang bisa dilakukan MA melalui badan pengawasannya, yakni melarang kegiatan olah raga berbiaya tinggi yang berpotensi disalahgunakan sebagai ajang lobi, seperti golf, serta melarang acara-acara selebritas yang berlebihan dan berbiaya tinggi.

Hal itu agar tidak mendorong para pejabat peradilan melakukan korupsi baik untuk dirinya sendiri maupun untuk tanggung jawab pada organisasinya. Sebab, Fickar mengakui, ada sebagian kantor-kantor pengadilan yang membuat kegiatan yang sebetulnya bukan kerja yuridis. Misalnya, turnamen-turnamen olah raga golf atau tenis, pesta-pesta ulang tahun pengadilan, dan kegiatan-kegaitan pesta dharma wanita peradilan.

"Kita tidak bisa melarang gaya hidup orang terutama aparat penegak hukum (APH) peradilan. Namun hendaknya para pejabat MA memberikan teladan agar tidak bergaya hidup berlebihan supaya bisa diteladani bawahan," kata Fickar.

Lagi pula, lanjut Fickar, harus diingat bahwa gaji para pejabat APH peradilan itu terukur. Karena itu, mudah untuk mengenali mana pejabat yang korup dan tidak. Karena itu pula budaya malu harus dikembangkan oleh hakim-hakim dan pejabat MA. "Agar bisa diteladani oleh hakim-hakim peradilan di bawahnya," jelas dia.

Sebelumnya, anggota Komisi XI DPR-RI Fraksi Partai Golkar Aditya Anugrah Moha ditetapkan sebagai tersangka kasus suap terhadap Ketua Pengadilan Tinggi Manado, Sudiwardono. Aditya terjaring operasi tangkap tangan (OTT) di lobi sebuah hotel di Kawasan Pacenongan, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat (6/10).

Pemberian suap itu diduga untuk mempengaruhi putusan banding atas kasus korupsi Tunjangan Pendapatan Aparat Pemerintah Desa (TPAPD) Kabupaten Boolang Mongondow. Adapun terdakwa dalam kasus itu adalah Marlina Moha Siahaan yang merupakan mantan Bupati Boolang Mongondow periode 2006-2011.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement