REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Gunung Agung di Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali masih berstatus awas atau level empat sejak 22 September 2017. Sejak itu pula hampir seluruh aktivitas ekonomi masyarakat di kawasan rawan bencana (KRB) terhenti, sehingga berpotensi menimbulkan masalah ekonomi, seperti kredit macet dan tertundanya pembangunan infrastruktur daerah.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional Bali dan Nusa Tenggara mencatat sebanyak 64 bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Karangasem berpotensi terdampak status awas Gunung Agung. Gubernur Bali, Made Mangku Pastika mengatakan hal pertama yang paling memungkinkan dilakukan pihak perbankan adalah penjadwalan ulang atau re-secheduling kredit dan asuransi.
"Semua ini berdampak ekonomi. Masyarakat yang tadinya berpenghasilan, sekarang tidak berpenghasilan. Masyarakat yang tadinya bisa membayar kredit, sekarang tidak bisa bayar kredit," kata Pastika dijumpai di Kuta, Rabu (18/10).
Pembangunan infrastruktur, seperti bangunan-bangunan milik pemerintah daerah, kata Pastika juga tertunda akibat status awas Gunung Agung yang kini memasuki bulan kedua. Hal ini terjadi di saat tahun anggaran akan habis. Pemerintah provinsi akan dikenakan penalti jika tidak merealiasikan anggaran yang sudah dialokasikan.
"Anggaran tidak terpakai, sehingga uangnya harus dikembalikan ke kas negara. Untuk mengusahakan anggaran induk ini kembali baru bisa di APBD Perubahan. Jadi, akibatnya panjang. Mangkrak lah pembangunan ini sampai akhir tahun depan," kata Pastika mencontohkan.
Mantan Kapolda Bali ini berharap bank ikut membantu meringankan beban pengungsi, apalagi jika erupsi benar-benar terjadi. Tujuan terpenting adalah tetap memerhatikan keselamatan jiwa manusia.
Deputi Direktur Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan II OJK Regional Bali dan Nusa Tenggara, Rohman Pamungkas sebelumnya merinci perbankan yang terdampak langsung akibat erupsi Gunung Agung adalah dua bank umum, yaitu Bank Mandiri Taspen Pos (Mantap) dan Bank Pembangunan Daerah (BPD) Bali. Berikutnya adalah empat BPR, delapan bank umum, dan 50 BPR di luar KRB. "Beberapa bank sudah mengambil beberapa langkah sejak status awas, dan kami sudah merapatkannya dengan pihak perbankan," kata Rohman.
Potensi kredit macet di BPD Bali diperkirakan Rp 781,12 miliar. Kredit macet yang sudah terjadi mencapai Rp 80 miliar atau 4,8 persen dari total potensi nonperforming loan (NPL). Potensi kredit macet di Bank Mantap mencapai Rp 479 miliar, sementara NPL yang sudah tercatat saat ini mencapai Rp 54 miliar.
Potensi NPL pada delapan bank umum yang berkantor pusat di Jakarta mencapai Rp 570,86 miliar, sementara NPL di 50 BPR di luar KRB mencapai Rp 146,52 miliar. Kelima puluh BPR ini meski di luar zona bahaya, namun memiliki debitur di zona tersebut.