REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rapat Dengar Pendapat Umum (RPDU) Komisi II membahas Perppu Ormas dengan beberapa Pimpinan Lembaga Pemerintahan kembali hanya dihadiri perwakilan. Undangan yang dijadwalkan dihadiri oleh Panglima TNI, Kapolri, Ketua Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri hanya dihadiri oleh perwakilan masing-masing lembaga dan kementerian.
Oleh sebab itu, Fraksi PAN kembali mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam mengurus Perppu No 2 Tahun 2017. Anggota Komisi II Fraksi PAN, Ammy Amalia Fatma mengatakan, keseriusan pemerintah kembali tidak dibuktikan dengan hanya mengirim perwakilan dari lembaga pemerintahan yang diundang.
"Kalau memang ini penting, seharusnya beliau-beliau ini hadir," ujarnya saat RDPU di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (19/10).
Oleh sebab itu, Ammy mengusulkan untuk mengundang kembali pimpinan lembaga dan kementerian yang diundang. Hal tesebut, kata dia, diperlukan agar masyarakat bisa memahami langsung maksud pemerintah menerbitkan Perppu No. 2 tahun 2017 tersebut.
"Undang kembali, agar kita bisa menerima penjelasan langsung kepada orang yang mengambil keputusan saya mohon," katanya.
Hal senada juga disampaikan Yandri Susanto, Anggota Komisi II Fraksi PAN lainnya. Yandri mengatakan, kehadiran langsung Panglima TNI, Ketua Kejaksaan Agung, Kapolri dan Mendagri harus diprioritaskan. Sebab, lanjut dia, mengirim perwakilan menimbulkan anggapan Pemerintah tak serius dalam pembahasan Perppu Ormas.
"Kalau bisa panglima datang untuk diagendakan, karena lebih baik untuk penjelasan kepada masyarakat," jelasnya.
Selain itu, Yandri juga mengatakan adanya potensi Perppu sebagai senjata politik balas dendam. Menurut Yandri, seiring bergantinya pemerintahan, maka akan terjadi penafsiran yang berbeda terkait makna dari alasan "Anti Pancasila" yang dijadikan alasan untuk membubarkan Ormas.
"Ini bisa dijadikan untuk membubarkan ormas yang tidak disukai. Kalau fungsi yudikatif itu diambil oleh pemerintah," ujar dia mengkahiri.