REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sudah merumuskan revisi Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek. Sekjen DPP Organda Ateng Haryono mengharapkan, aplikator transportasi daring nantinya harus berbadan hukum.
Sayangnya menurut Ateng, Kemenhub tidak memasukkan mengenai perizinan untuk aplikator. "Aplikator harus berbadan hukum karena aplikasi ini jelas bergerak di bidang transportasi," kata Ateng di Kementerian Perhubungan, Kamis (19/10).
Seperti Uber, kata Ateng, aplikator transportasi tersebut di London sudah mendaftar dan berbadan hukum. Ateng mengatakan, hal itu penting karena sebagai aplikator juga mengatur menentukan tarif juga dan lain sebagainya.
Untuk itu, dia menginginkan aplikator transportasi daring di Indonesia juga terdaftar di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkoinfo). "Di Jepang dan Taiwan juga sama. Aplikator wajib terdaftar sebagai perusahaan aplikasi transportasi. Makanya kami usulkan itu," ungkap Ateng.
Selain izin aplikasi dari Kemenkominfo, sebagai aplikasi yang bergerak dengan sistem peer to peer landing, maka harus mendapat izin dari lembaga lain. Salah satunya yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Ateng menyayangkan tiga aplikator transportasi daring di Indonesia seperti Gojek, Grab, dan Uber belum melakukan kepatuhan tersebut. Meski begitu, ia tetap menunggu bagaimana Kemenkominfo menjamin kondisi tersebut.
Sebagai informasi, Kemenhub hari ini mengeluarkan rumusan revisi Permenhub Nomor 26 Tahun 2017. Dalam rumusan tersebut, salah satu yang berbeda dari peraturan sebelumnya adanya asuransi yang bisa didapatkan oleh pengguna dan mitra transportasi daring.