REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) mewajibkan partai politik (parpol) untuk mengisi syarat administrasi melalui sistem informasi partai politik (Sipol). Sistem ini berlandasakan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 11 Tahun 2017.
Sayang kewajiban mengisi data melalui Sipol justru menuai kecaman. Sejumlah partai yang disebut tidak memenuhi kelengkapan dokumen menilai bahwa sistem tersebut yang membuat partai politik (parpol) kemungkinan tidak bisa melanjutkan tahap seleksi berikutnya.
Mantan Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay menyebut bahwa terdapat potensi kewajiban Sipol ini diadukan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai bentuk pelanggaran administrasi.
"Bisa saja sepanjang bisa ditunjukan penggunaan Sipol ada di dalam prosedur atau tidak, kemudian sesuai tidak dengan undang-undang," kata Hadar dalam konferensi pers, Ahad (22/10).
Meski demikian, Hadar menilai bahwa sistem ini tidak ada salah. Jika sistem ini tidak diatur dalam undang-undang, bukan berarti Sipol tidak bisa diwajibkan sebagai syarat dalam memasukan data administrasi. Apalagi KPU diberikan otoritas untuk melaksanakan dan membangun peraturan yang sesuai dengan terselenggaranya pemilu yang baik.
Menurutnya, Sipol merupakan sebuah sistem yang menjadi alat bantu kuat bagi KPU dalam menyeleksi calon parpol yang akan berlaga dalam pemilu 2019. "Saya tidak berpandangan Sipol itu alasan yang tepat dipermasalahkan," ujarnya.